Minggu, 29 April 2012

Mengapa Berteologi?


Maukah anda menyerahkan nyawa untuk suatu perkara yang tidak Anda pahami sepenuhnya? Maukah Anda berusaha meyakinkan orang lain untuk bergabung dengan Anda dalam tindakan itu? Tidak, saya juga tidak mau.

Pernyataan di atas saya kutip dari kata pendahuluan buku terakhir yang ditulis (alm) Charles Colson, The Faith. Colson menjelaskan bahwa, “kebanyakan orang yang mengaku Kristen tidak tahu apa yang mereka percayai, dan karenanya tidak dapat memahami atau membela iman Kristen-apalagi hidup di dalamnya.” Hal tersebut membuat pengajaran-pengajaran yang disampaikan kepada orang yang tidak percaya tidak menggambarkan kekristenan sejati.

Saya yakin dalam hal ini Colson tidak berdiri sendirian. Ada banyak orang-orang seperti Colson yang merasa bahwa banyak orang yang mengaku Kristen bahkan tidak tahu doktrin-doktrin asali kekristenan, seperti doktrin tentang Elohim, Yesus Kristus, Roh Kudus, Gereja, dan lain-lain. Jangankan berdiskusi tentang doktrin-doktrin tersebut, orang-orang yang mengaku Kristen bahkan tidak tahu atau lupa siapa tokoh-tokoh dalam Alkitab atau peristiwa tertentu dalam Alkitab.


Luke Timothy Johnson, seorang ahli Perjanjian Baru mengamati :

Umumnya orang Amerika memiliki pengetahuan Alkitab yang sangat dangkal. Dalam dunia di mana kebanyakan orang hampir tidak mengenal isi Alkitab, jika media menampilkan tajuk utama yang memberitakan bahwa fakta tertentu tentang Yesus telah dibuktikan secara tidak benar melalui penelitian yang kelihatannya ilmiah, berita itu seperti kedengaran seperti injil. Kebanyakan orang tidak mempunyai dasar untuk membantah pernyataan-pernyataan yang kedengarannya berwibawa itu.” (dikutip dari kata pendahuluan buku : Reinventing Jesus, Perkantas – Divisi Literatur, Cetakan ke-1, 2011)

Tidak hanya di Amerika Serikat, saya melihat bahwa gejala ketidakmelekan Alkitab sedang tumbuh subur di dalam gereja. Banyak jemaat yang ternyata sangat dangkal pemahaman Alkitabnya. Mereka menganggap bahwa mereka hanya cukup mendengar apa yang pendeta atau pastor mereka khotbahkan tapi tidak mencoba untuk mengambil waktu untuk merenungkan atau mempelajari apakah khotbah yang diucapkan oleh pendeta atau pastur itu Alkitabiah atau tidak. Saya tidak mencoba untuk membangun suatu opini bahwa kita harus menghakimi pendeta atau pastur atas khotbah yang mereka sampaikan. Tapi saya mencoba untuk mendorong jemaat-jemaat Kristen untuk juga dapat berpikir agar tidak terjebak dan jatuh dalam pengajaran yang salah. Saya tidak menuduh seluruh gereja, karena saya masih melihat banyak gereja yang mengutamakan pendalaman Alkitab dalam mengajar jemaat.

Para Pendeta pun tidak lepas dari masalah ini. Sebagai orang-orang yang mempunyai pengetahuan lebih tentang kekristenan sudah seharusnya mereka membimbing jemaat Tuhan dalam kebenaran. Tapi saat ini para pendeta lebih suka memikirkan bagaimana untuk menyenangkan telinga jemaat Tuhan daripada memikirkan sebuah khotbah untuk kemuliaan Tuhan. Para pendeta dan penginjil lebih takut kehilangan jemaat di gerejanya ketimbang takut dengan penghukuman Tuhan. Para pendeta tidak lagi berkhotbah dengan cara menekankan pembelajaran Alkitab karena takut khotbah mereka akan menjadi lama dan membosankan di hadapan jemaat. Hasilnya adalah jemaat-jemaat Tuhan yang instan dan tidak berakar dalam kebenaran Firman Tuhan.

Hal ini semakin menyulitkan pemberitaan Injil bagi umat manusia. Kekristenan sudah sejak lama diserang oleh pengajaran-pengajaran liberal dan ateisme, kini ditambah lagi dengan gejala ketidakmelekan Alkitab dan malasnya orang-orang Kristen untuk mempelajari secara mendalam kekristenan. Tidak sampai di situ, perkembangan agama Islam yang meningkat drastis dan hidupnya kembali agama-agama ketimuran dalam jubah agama zaman baru (new age) semakin melimbungkan kekristenan. Eropa dan Amerika Serikat yang dulu dikenal sebagai markas kekristenan, saat ini harus ditinjau ulang lagi. Saat ini lebih mudah untuk memberitakan tentang Islam dan agama-agama ketimuran di dua benua tersebut ketimbang memberitakan Injil.

“...kebanyakan orang Kristen tidak memahami apa yang mereka percayai, mengapa mereka mempercayainya, dan mengapa hal itu penting. Bagaimana mungkin kekristenan yang tidak dipahami dapat dipraktikan?” ~ The Faith, Charles Colson.

Sekali lagi pernyataan (alm) Colson menohok apa yang kita yakini selama ini. Kita merasa bahwa kita sudah memahami kekristenan. Tapi kalau mau jujur, tingkat pengetahuan kita akan kekristenan hanyalah sampai pada tingkat kulit semata. Banyak orang-orang Kristen adalah berasal dari Kristen tradisi, hanya karena orang tua mereka adalah orang Kristen. Atau sebatas pada Kristen emosionalisme, hanya berdasar pada perasaan tertentu. Kenapa saya berani berkata seperti itu? Karena saya telah mengalami hal-hal seperti itu dalam kehidupan saya, hidup dalam pasir kekristenan palsu.

Saya cukup banyak melihat orang-orang Kristen yang tidak memiliki wawasan yang benar tentang teologi. Kita telah bertumbuh dalam suatu keyakinan bahwa budaya dan tradisi adalah penentu dan pembentuk diri kita. Kita lebih tahan dan bahkan menyukai untuk duduk lama menyaksikan pagelaran mode, pertandingan olahraga, pagelaran musik dan lain-lain ketimbang duduk tenang mendengarkan khotbah atau mempelajari Alkitab. Kita hidup dalam kekristenan tampilan luar, terlihat relijius di luar tapi di dalamnya keropos.

Iman kita bukanlah sekedar pengalaman mistis, kondisi pikiran tertentu atau suatu konsep pada selembar kertas kosong. Teologi, doktrin dan ortodoksi itu penting karena Tuhan itu riil, dan Ia telah bertindak di dalam dunia kita, dan tindakan-tindakanNya itu mempunyai makna pada hari ini, juga bagi segala masa.” ~ Joshua Harris, pendeta dan penulis buku Dug, Down, Deep.

Bagi banyak orang kata-kata seperti teologi, doktrin dan ortodoksi mungkin sangat asing atau terasa sangat membosankan. Kebanyakan mungkin akan mengkaitkannya dengan para Bapa Gereja Mula-mula atau kepada suatu perdebatan yang alot dan bahkan keras. Saya juga pernah berpikir demikian. Saya menganggap bahwa lebih baik saya mengaplikasikan firman Tuhan dalam kehidupan. Buat apa cape-cape mempelajari teologi, doktrin atau ortodoksi kalau itu cuma hanya jadi pengetahuan belaka. Pandangan ini hanya setengah kebenarannya. Memang benar bahwa Tuhan lebih suka kita menaati firmanNya dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Tapi pertanyaannya adalah apakah kita sudah benar dalam menaati firman Tuhan tersebut. Disinilah teologi, doktrin dan ortodoksi berbicara lebih banyak. Agar kita tidak tergelincir dalam pemahaman yang salah tentang firman Tuhan maka sangatlah penting untuk mempelajari teologi, doktrin dan ortodoksi.

Di dalam tulisan ini saya ingin berbagi bahwa mempelajari teologi, doktrin dan ortodoksi bukan hanya menjadi tugas pendeta dan penginjil, tetapi bagi orang-orang yang rindu memandang Tuhan yang lebih besar dan lebih mulia dari yang dapat dibayangkan pikiran manusia. Saya sedikit demi sedikit sudah mengusahakan setiap harinya untuk mempelajari Alkitab, membaca buku-buku teologis untuk membantu pemahaman saya tentang Firman Tuhan. Hasilnya adalah bahwa apa yang saya anggap dulu adalah suatu yang tidak bermanfaat ternyata sangat mengubah kehidupan saya di dalam berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Selain itu, mempelajari teologi, doktrin dan ortodoksi membuat kita dapat berbuat lebih jauh, yaitu membela keyakinan iman Kristen di hadapan para penyerangnya, yakni Ateisme, liberalisme, dan agama-agama lainnya.

Selamat berteologi!

Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis.... Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul...” 
~ Kisah Para Rasul 2:41, 42.

Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini. Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah..... Sementara itu sampai aku datang bertekunlah dalam membaca kitab-kitab suci, dalam membangun dan dalam mengajar... Awasilah dirimu sendiri dan awasilah pengajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.” 
~ 1 Timotius 4:6, 13 dan 16.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar