Rabu, 22 Agustus 2012

MENJAWAB TUDUHAN (BAGIAN DELAPAN)

APAKAH KEEMPAT INJIL DAPAT DIPERCAYA? (Bagian Kedua)

Tuduhan :

“Kita hanya mengetahui sangat sedikit tentang Yesus. Laporan panjang pertama tentang kehidupanNya adalah Injil Santo Markus, yang tidak dituliskan sampai sekitar tahun 70 M, kira-kira empat puluh tahun setelah kematianNya. Pada saat itu, fakta-fakta sejarah telah diselaputi elemen-elemen dongeng yang mengekspresikan makna yang telah Yesus berikan kepada para pengikutNya. Makna inilah yang terutama disampaikan oleh Santo Markus lebih daripada suatu pelukisan terus terang yang dapat dipercaya.” Karen Armstrong A History of God.

Jawab :

Tuduhan di atas hanyalah satu dari sekian banyak tuduhan yang dilancarkan oleh pihak yang skeptik mengenai otoritas Injil. Dengan memakai jubah risalah akademik, mereka menjatuhkan vonis bahwa Injil hanyalah produk konspirasi dari para murid untuk mempromosikan suatu agama baru. Tuduhan yang saya anggap sangat tendensius tetapi serampangan. Ironisnya banyak orang yang percaya begitu saja, termasuk beberapa orang-orang Kristen yang akhirnya meninggalkan iman percaya mereka.

Tetapi apakah tuduhan tersebut benar adanya?

Telah disepakati oleh para sarjana Alkitab, baik yang konservatif maupun liberal, bahwa penanggalan standar bagi penulisan Injil adalah Injil Markus pada tahun 70 M, Injil Matius dan Lukas pada tahun 80 M dan Injil Yohanes pada tahun 90 M.

Apa hubungannya dengan tuduhan di atas?

Penulisan Injil-injil tersebut masih dalam masa kehidupan di mana masih banyak saksi mata kehidupan Yesus, baik yang langsung maupun tidak langsung, termasuk para saksi mata yang menentang yang akan berperan sebagai pengoreksi jika ajaran-ajaran yang salah tentang Yesus disebarluaskan, dalam hal ini adalah penulisan Injil-injil.


Tuduhan : Tapi mengapa harus menunggu sampai sekian puluh tahun untuk menuliskan Injil?

Jawab :

Para pemikir skeptis merasa bahwa jeda puluhan tahun sebelum penulisan Injil-injil adalah suatu hal yang mencurigakan. Earl Doherty mengklaim, “Bila orang melihat di balik tabir kitab-kitab Injil, mosaik Yesus dari Nasaret cepat sekali pecah menjadi keping-keping komponen dan pendahulu-pendahulu yang tak dapat dikenal.” (The Jesus Puzzle: Did Christianity Begin with a Mythical Christ)

Para pemikir skeptis merasa bahwa para murid menggunakan masa tunggu itu untuk mempersiapkan sebuah konspirasi agama. Tuduhan yang dilancarkan oleh para skeptis diajukan dalam sudut pandang yang keliru. “Mungkin lebih baik bertanya seperti ini, Mengapa Injil-injil ini akhirnya ditulis?” (Reinventing Jesus, Perkantas, Divisi Literatur)

Konsep “masa tunggu” mengimplikasikan bahwa sedari awal para murid sudah merencanakan sejak awal penulisan Injil-injil. Tetapi pada kenyataannya bukanlah seperti itu.

Buku Reinventing Jesus menjelaskan hal ini dengan baik, “Yang utama dalam motivasi para rasul adalah pada awalnya ialah pewartaan Injil secara lisan. Mereka ingin menyebarkan Injil itu secepat mungkin.”

Hal ini sesuai dengan perintah yang Tuhan Yesus berikan sesaat sebelum kenaikanNya ke surga.

Matius 28:20 = “... dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu...”

Markus 16 : 15 = “Lalu Ia (Yesus) berkata kepada mereka : “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk...”

Lukas 24 : 47 = “dan lagi : dalam namaNya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.”

Kemudian dalam Kisah Para rasul disebutkan berulang kali bahwa Injil tersebar luas dan jemaat yang masih muda itu bertumbuh dengan pesat. Bayangkan saja, hari pertama Pentakosta, khotbah Petrus menobatkan 3000 orang dalam satu hari saja (Kisah Para Rasul 2 : 41), tidak sampai di situ, khotbah Petrus di Serambi Salomo juga menambahkan kira-kira 5000 orang laki-laki dalam keluarga Kristus (Kisah 4 : 4). Lebih lanjut dikisahkan bahwa setelah terjadi penganiayaan di Yerusalem, banyak orang yang percaya lari ke berbagai daerah lainnya di luar Yerusalem. Di perantauan, orang-orang percaya ini memberitakan kabar baik Injil sehingga banyak orang lain yang akhirnya bertobat.

Dengan kata lain, para rasul dan pemimpin gereja mula-mula beserta para jemaat sangat sibuk dengan pemberitaan Injil secara lisan. Berita tentang Kabar Baik Yesus tersebut melaju dengan kecepatan mengagumkan sampai ke seluruh wilayah kekuasaan Romawi hanya dalam beberapa tahun pertama sejak kelahiran gereja perdana. Ini adalah bukti keberhasilan pewartaan Injil secara lisan.

Tetapi ada satu pendapat dari seorang ahli Perjanjian Baru yang layak saya tuliskan dalam artikel kali ini. Ahli tersebut adalah Dr. Craig Blomberg. Saya perlu menampilkan terlebih dahulu rekam jejaknya dalam dunia penelitian Perjanjian Baru agar anda dapat menilai bagaimana pendapat dari Dr. Craig sangat berharga dan tentunya dapat dihandalkan.

Saat ini Dr. Craig Blomberg dianggap sebagai salah satu pakar terkemuka dalam penelitian naskah-naskah Injil. Ia memperoleh gelar Doktornya dari Aberdeen University di Skotlandia. Ia juga ikut serta sebagai rekanan periset senior di Tyndale House di Cambridge University di Inggris, di mana ia adalah bagian dari sarjana internasional elit yang menghasilkan serangkaian karya tentang Yesus yang disambut dengan baik. Ia juga menjadi seorang profesor dalam Perjanjian Baru di Denver Seminary yang prestisius.

Karya-karya tulisnya meliputi : Jesus & The Gospels; Interpreting the Parables; How Wide the Divide? Ia membantu mengedit jilid ke-6 dari Gospel Perspectives, yang menguraikan mukjizat-mukjizat Yesus secara panjang lebar. Ia juga menjadi rekanan penulis Introduction to Biblical Interpretation. Dr. Craig juga memberikan kontribusi beberapa bab tentang kehistorisan keempat Injil di dalam buku Reasonable Faith dan buku pemenang penghargaan Jesus Under Fire. Bukunya yang mendapat respon luar biasa dan mengukuhkannya sebagai ahli dalam studi keempat Injil adalah The Historical Reliability of The Gospels.

Saya mengutip pendapat Dr. Craig dalam buku karya Lee Strobel, seorang jurnalis hukum ateis yang akhirnya menjadi Kristen, yang berjudul The Case for Christ. Buku ini adalah hasil riset Lee, yang ketika itu masih ateis, dengan mewancarai banyak sarjana yang ahli di bidangnya masing-masing dan meneliti ratusan literatur untuk menemukan kebenaran Kristus, di mana Dr. Craig adalah salah satu narasumber bagi bukunya tersebut. Buku yang akhirnya memenangkan penghargaan prestisius sekaligus membawanya kepada pertobatan kepada Kristus.

Lee Strobel (LS) : “Anda mengindikasikan bahwa anda percaya keempat Injil ditulis lebih awal daripada tanggal-tanggal yang anda sebutkan?”

Dr. Craig Blomberg (CB) : “Ya lebih awal. Dan kita dapat menguatkannya dengan memperhatikan kitab Kisah Para Rasul, yang ditulis oleh Lukas. Kisah Para Rasul rupanya belum selesai ditulis-Paulus adalah tokoh sentral dalam kitab itu, dan ia berada dalam tahanan rumah di Roma. Dengan laporan itu, kitab tersebut secara mendadak terputus. Apa yang terjadi pada Paulus? Kita tidak menemukannya dalam Kisah Para Rasul, mungkin karena kitab itu ditulis sebelum Paulus dihukum mati.”

Dengan bersemangat CB melanjutkan :

CB : “Itu berarti Kisah Para Rasul tidak dapat diberi tanggal lebih lama daripada tahun 62 M (Disepakati oleh sejarawan, Paulus mati syahid dengan dipenggal di Roma pada tahun 62 M). Dengan menetapkan demikian, kita kemudian dapat bergerak mundur dari situ. Karena Kisah Para Rasul merupakan bagian kedua dari sebuah karya yang terdiri dari dua bagian, kita tahu bagian yang pertama - Injil Lukas - pasti telah ditulis lebih awal dari itu. Dan karena Lukas memasukkan bagian-bagian dari Injil Markus, itu berarti Markus ditulis bahkan lebih awal lagi.”

CB : “Jika anda memberikan waktu mungkin satu tahun bagi tiap-tiap kitab tersebut, anda akan mendapat hitungan akhir bahwa Injil Markus ditulis tidak lebih lama dari sekitar tahun 60 M, mungkin bahkan pada akhir tahun 50an M. Jika Yesus dihukum mati tahun 30 atau 33 M, kita memberikan suatu celah maksimum sebesar kurang lebih tigapuluh tahun.”

Pendapat Dr. Craig tersebut setidaknya membawa dua implikasi :

Pertama, pendapat tersebut membawa sebuah petunjuk baru mengenai penanggalan penulisan keempat Injil. Pendapat tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja karena pendapat ini keluar dari seorang ahli mengenai studi keempat Injil yang diakui oleh dunia penelitian Alkitab, khususnya Perjanjian Baru.

Kedua, pendapat ini sekaligus meruntuhkan teori spekulatif yang serampangan yang diajukan oleh pemikir skeptik, yang ironisnya kebanyakan diragukan rekam jejak akademiknya dalam studi Alkitab, dalam artikel kali ini diwakili oleh Karen Armstrong dan Earl Doherty. Teori spekulatif tersebut adalah bahwa keempat Injil sudah dilumuri oleh elemen-elemen dongeng atau fantasi dari para penulisnya.

Mengenai hal yang kedua tersebut, saya kembali mengutip pendapat Dr. Craig dalam The Case for Christ :

CB : “2 biografi Alexander Agung yang paling awal ditulis oleh Arrian dan Plutarch lebih dari empat ratus tahun setelah kematian Alexander (Alexander meninggal tahun 332 SM), walaupun demikian, para sejarawan menganggap bahwa secara umum kedua biografi tersebut patut dipercaya. Ya, materi legenda tentang Alexander berkembang seiring berlalunya waktu, namun itu hanya dalam abad-abad setelah kedua penulis ini.”

CB : “Dengan kata lain, kisah Alexander terpelihara cukup utuh selama lima ratus tahun pertama; materi legenda mulai muncul selama lima ratus tahun sesudahnya. Jadi entah apakah keempat Injil dituliskan enam puluh atau tiga puluh tahun setelah kehidupan Yesus di dunia, jumlah waktunya dapat diabaikan menurut perbandingan ini. Itu bukan hampir merupakan suatu isu.”

Artinya, secara intuitif terlihat jelas bahwa semakin singkat celah antara sebuah peristiwa dan saat ketika dicatat dalam tulisan, semakin berkurangnya kemungkinan, bahwa tulisan itu akan menjadi legenda atau ingatan-ingatan yang salah.

Akhir kata, inilah “kemunafikan” intelektual yang ditunjukkan oleh pemikir-pemikir skeptik. Ketika berbicara mengenai risalah-risalah kuno non Kristen, mereka akan bersikap obyektif dan tidak akan meneliti lebih jauh apakah risalah-risalah tersebut benar adanya. Tetapi ketika dihadapkan pada risalah-risalah kekristenan, khususnya mengenai Perjanjian Baru, maka mereka akan bersikap menuduh, mencurigai dan menghakimi.

Selasa, 21 Agustus 2012

MENJAWAB TUDUHAN (BAGIAN TUJUH)


APAKAH KEEMPAT INJIL DAPAT DIPERCAYA? (Bagian Pertama)

Lee Strobel dalam bukunya yang memperoleh penghargaan The Gold Medallion Book Award, The Case For Christ (sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Pembuktian Atas Kebenaran Kristus : Investigasi Pribadi Seorang Jurnalis atas Bukti tentang Yesus”, Gospel Press) menulis, “Ya, kesaksian mata dapat menawan dan meyakinkan. Saat seorang saksi mata telah memiliki cukup kesempatan untuk mengamati suatu tindakan kriminal, saat tidak terdapat prasangka atau motif-motif tersembunyi, saat si saksi berlaku jujur dan adil, tindakan klimaks menunjuk kepada seorang terdakwa dalam sebuah ruang sidang sudah cukup memberi orang itu hukuman penjara atau yang lebih buruk dari itu.”

Kesaksian sama pentingnya dalam menginvestigasi perkara-perkara historis, bahkan dalam sebuah permasalahan yang populer dari dulu hingga sekarang, apakah Yesus adalah Anak Allah sejati?

Ketika memikirkan kehidupan Yesus, maka secara otomatis kita akan melihat kepada Keempat Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes). Keempat Injil dapat dikatakan sebagai kitab biografi kehidupan Yesus. Tetapi apakah keempat Injil adalah benar-benar menulis dengan tepat dan benar kehidupan Yesus dan seberapa baik laporan-laporan-laporan ini (keempat Injil) akan bertahan menghadapi penelitian cermat para skeptis. Dengan kata lain apakah keempat Injil dapat dihandalkan sebagai sebuah sumber yang historis tentang kehidupan Yesus.


Tuduhan : Pada awalnya Keempat Injil adalah kitab yang anonim (tidak berjudul/bernama). Judul-judul (Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yohanes) ditambahkan dalam suatu masa kemudian. Jadi bagaimana kita bisa percaya bahwa nama yang melekat pada kitab-kitab tersebut adalah penulis sesungguhnya dari kitab-kitab tersebut?


Jawab :

Memang benar bahwa Keempat Injil pada mulanya adalah kitab yang anonim. Tetapi kesaksian yang cukup beragam dari gereja mula-mula (para Bapa gereja) menyatakan bahwa Matius atau Lewi, mantan pemungut cukai dan salah satu dari 12 murid Yesus, adalah penulis Injil Matius; Yohanes Markus yang adalah rekan sekerja Petrus adalah penulis Injil Markus; Lukas, seorang tabib dan rekan yang dikasihi Paulus, menulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul.

Papias, seorang Uskup Hieropolis, adalah saksi paling awal mengenai siapa penulis Injil Markus. Papias hidup sekitar tahun 60 yang artinya ia mempelajari tentang akar iman kepercayaannya dari generasi/jemaat Kristen mula-mula. Oleh karena itu kesaksiannya tentulah sangat berbobot.

Sang Penatua biasanya berkata begini, ”Markus yang telah menjadi penerjemah bagi Petrus menuliskan dengan tepat semua yang diingatnya, walaupun urutannya tidak persis, tentang hal-hal yang seperti yang dikatakan atau dilakukan Kristus. Sebab, ia tidak mendengar langsung dari Tuhan dan mengikut Dia. Tetapi, sesudah itu, ia mengikut Petrus yang mengadaptasi ajaran-ajaranNya sebagaimana perlu, namun tidak bermaksud menyampaikan ucapan-ucapanNya secara berurutan. Oleh sebab itu, Markus tidak membuat kesalahan apapun dalam menuliskan beberapa hal seperti yang diingatnya, karena ia benar-benar berusaha untuk tidak menghilangkan apa pun yang didengarnya atau membuat pernyataan palsu dalam semuanya itu.” (Papias, The Fragment of Papias)


Bagaimana dengan Matius, Lukas, dan Yohanes?

Irenaeus, salah seorang Bapa Gereja, memperkuat penamaan Injil-injil pada masa-masa sebelumnya. Ia menulis, “Matius menerbitkan Injilnya sendiri di antara kalangan orang-orang Yahudi, selagi Petrus dan Paulus memberitakan Injil di Roma dan mendirikan gereja di sana. Setelah kepergian mereka, Markus, murid dan penafsir Petrus, memberikan kepada kami tulisan berisi kotbah-kotbah Petrus. Lukas, pengikut Paulus, mengumpulkan Injil yang diberitakan gurunya dalam sebuah buku. Kemudian Yohanes, murid Tuhan, yang juga bersandar di dadanya, menuliskan sendiri Injilnya sementara ia tinggal di Efesus di Asia.” (Irenaeus, Adversus haereses)


Tuduhan : Bisa saja bahwa para Bapa gereja memiliki suatu motivasi untuk berbohong dengan menyatakan bahwa orang-orang inilah yang menulis Injil-injil, padahal sebenarnya tidak.


Jawab :

Sangat tidak mungkin! Para Bapa gereja adalah figur-figur yang diakui dengan baik integritas mereka dalam kehidupan. Lagipula nama-nama yang dilekatkan dalam Injil-injil tersebut adalah karakter-karakter yang tidak layak untuk penamaan kitab-kitab tersebut.


Mengapa?

Markus dan Lukas bukan bagian dari 12 murid Yesus, bahkan Lukas bukanlah Yahudi, ia adalah seorang Yunani. Matius memang adalah bagian dari 12 murid Yesus, tetapi latar belakangnya sebagai mantan pemungut cukai yang dibenci, bukanlah karakter yang tepat untuk dijadikan penulis Injil Matius. Para Bapa gereja bisa saja memilih nama-nama yang lebih kredibel, misalnya Petrus, Yakobus, Maria atau Filipus. Tetapi nyatanya mereka tidak melakukan itu.

Ironisnya beberapa pihak yang mengaku sebagai ahli Perjanjian Baru malah memilih kitab-kitab yang isinya penuh khayalan, bertentangan dengan ortodoksi Kristen dan ditulis jauh setelah kematian Yesus serta “memaksakan” opini bahwa kitab-kitab tersebut lebih layak dan kredibel dimasukkan dalam kanon Perjanjian Baru menggantikan Keempat Injil. Dan tebak apakah nama dari kitab-kitab tersebut? Injil Yudas, Injil Thomas, Injil Petrus, Injil Maria Magdalena.