Jumat, 27 Desember 2013

MENGENAI SILSILAH YESUS DALAM INJIL

Di dalam Injil Matius (1:1-17) dan Lukas (3:23-28) terdapat satu pasal khusus yang menuliskan garis keturunan/silsilah Yesus. Kecenderungan dari kita adalah melewatkan bagian tersebut. Padahal tidak seharusnya kita melewatkan hal tersebut. Penulis Injil Matius dan Lukas pasti mempunyai maksud khusus untuk menuliskan silsilah dari Yesus Kristus bagi para pembacanya. Saudara-saudara kita yang dari agama lain malah lebih jeli melihat bahwa ada perbedaan silsilah di antara Injil Matius dan Lukas. Perbedaan ini mereka jadikan "senjata" untuk mempertanyakan keabsahan Alkitab. Orang-orang Kristen pada umumnya tidak tahu bagaimana harus menjawab ketika pertanyaan tersebut mereka alami. Saya tidak membahas perbedaan tersebut dalam tulisan kali ini. Saya akan membahasnya di lain kesempatan. Yang menjadi fokus tulisan saya kali ini adalah mengapa penulis Injil Matius dan Lukas sampai memberikan satu pasal khusus untuk menuliskan silsilah dari Tuhan kita Yesus Kristus.

Nah, apa sih yang menjadi tujuan utama dari penulisan silsilah tersebut?

Jawabannya adalah untuk membuktikan bahwa Yesus adalah Sang Mesias, Juruselamat yang dijanjikan Allah sejak dahulu kala.

Ada 3 (tiga) parameter yang menjadi dasar pembuktian seperti apakah Mesias tersebut. 

Pertama, Mesias adalah dari keturunan Abraham. Dalam Kejadian 22:18, Allah memperbaharui Sumpah-Nya dengan Abraham sesaat Abraham dengan kerelaan hati mengorbankan Ishak, putra tunggalnya, kepada Allah, walaupun hal ini tidak sampai terjadi karena Allah menyediakan korban pengganti karena telah melihat kesungguhan hati Abraham yang tidak segan-segan menuruti perintahNya untuk mengorbankan Ishak. Allah menegaskan, "Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau telah mendengarkan firmanKu." Penulis Injil Matius dan Lukas menunjukkan bahwa Yesus adalah keturunan Abraham yang akan datang ke dunia dan membawa berkat Allah bagi seluruh umat manusia.

Kedua, Silsilah tersebut menunjukkan bahwa Mesias berasal dari suku Yehuda. Sesaat sebelum wafat, Yakub memberkati anak-anaknya. Ketika sampai pada Yehuda, Yakub memberkati, "Tongkat kerajaan tidak akan beranjak dari Yehuda, ataupun lambang pemerintahan dari antara kakinya, sampai dia (dalam teks bahasa Ibrani disebutkan dengan Shiloh) datang yang berhak atasnya, maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa." (Kejadian 49:10)

Shiloh adalah nama lain dari Mesias. Berkat sekaligus nubuatan ini bukan hanya meramalkan kedatangan Mesias, tetapi juga menyatakan bahwa Mesias akan datang sebelum "tongkat kerajaan" dipindahkan atau disingkirkan dari suku Yehuda. "Tongkat Kerajaan" ini sebuah istilah yang menunjukkan simbol kekuasaan yang sah, berdaulat serta identitas kesukuan.

Josephus, sejarawan berkebangsaan Yahudi, di dalam bukunya, Antiquities of The Jews membuat catatan sejarah yang sangat penting, yaitu Sanhedrin (semacam mahkamah keagamaan tertinggi di Israel) tidak memiliki otoritas untuk menetapkan hukuman mati. Augustin Lemann, penulis Jesus Before the Sanhedrin, mencatat sebuah pernyataan dari salah satu zaman para rabi yang menjelaskan reaksi orang Yahudi terhadap penghinaan yang dilakukan bangsa Romawi kepada kedaulatan bangsa Yahudi.

"Ketika para anggota Sanhedrin menyadari bahwa mereka telah kehilangan hak atas kehidupan dan kematian, timbullah rasa ketakutan yang luar biasa di antara mereka; mereka menutup kepala mereka dengan abu dan tubuh mereka dengan pakaian compang camping, sambil berseru, "Celakalah kita, karena tongkat kerajaan sudah disingkirkan dari tengah-tengah Yehuda, dan Sang Mesias belum tiba."

Reaksi yang ditunjukkan oleh orang-orang Yahudi tersebut adalah reaksi yang biasa dilakukan apabila seseorang berada dalam kedukaan yang luar biasa. Mereka percaya bahwa nubuatan Yakub atas Yehuda telah dibatalkan oleh pemerintahan Romawi. Segera setelah tongkat kerajaan tersebut disingkirkan dari Yehuda maka tidak mungkin lagi bagi Mesias untuk datang menyelamatkan Israel. Inilah yang menjadi kedukaan luar biasa bagi orang-orang Israel.

Apa yang luput dari perhatian mereka adalah bahwa beberapa mil dari Yerusalem, di sebuah daerah kecil yang bahkan tidak masuk peta kekuasaan kerajaan Romawi, di Nazaret, seseorang anak laki-laki sedang bertumbuh dewasa. Dialah penggenapan dari janji Allah, melalui Yakub kepada Yehuda. Ya, Dialah Yesus, Shiloh yang dinanti-nantikan itu. Mesias sudah datang sebelum tongkat kerajaan diambil dari Yehuda.

Sampai hari ini pun, bangsa Israel masih menanti-nantikan Mesias yang dijanjikan tersebut. Selain itu, Bait Allah di Yerusalem sudah dihancurkan oleh Jenderal Titus dan Vespanius. Sampai sekarang bangsa Israel tidak dapat lagi membuktikan diri mereka sebagai keturunan suku Yehuda, yang merupakan persyaratan mutlak bagi kelahiran Sang Mesias.

Ketiga, Silsilah dalam Injil Matius dan Lukas membuktikan bahwa Yesus adalah anak Daud. Hal ini sangatlah penting karena Perjanjian Lama memuat banyak nubuatan yang mengidentifikasikan Mesias sebagai keturunan Daud. Orang-orang Yahudi sangat mengetahui hal ini. Dalam Injil Matius, Tuhan Yesus bertanya kepada orang-orang Farisi,"Apakah pendapatmu tentang Mesias? Anak siapakah dia? Kata mereka kepadaNya : "Anak Daud".

Jadi sangat jelas sekali bahwa bangsa Yahudi mengetahui bahwa Mesias harus dilahirkan dari garis keturunan Daud. Selain itu, dari ayat tersebut kita juga mengetahui bahwa Yesus secara tidak langsung menegaskan bahwa diriNya adalah anak Daud. Dengan meng-klaim seperti itu artinya bahwa Yesus menjadi sasaran langsung bagi para pengeritiknya. Orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang sangat menjaga tradisi leluhur mereka, termasuk di dalamnya adalah memelihara catatan-catatan silsilah keturunan mereka. Akan sangat mudah bagi orang-orang Farisi atau penentang Yesus untuk membuktikan bahwa Ia adalah Mesias palsu. Tapi ternyata mereka tidak mampu. Pada ayat ke-46 di Injil Matius pasal 22, jelas tertulis bahwa orang-orang tersebut terdiam oleh klaim Yesus.

Kesimpulan dari 3 (tiga) parameter pembuktian di atas adalah bahwa catatan silsilah membuktikan bahwa Yesus adalah benih Abraham, Ia berasal dari suku Yehuda dan Ia adalah keturunan Daud. Yesus-lah yang menggenapi semua persyaratan untuk Sang Mesias yang dijanjikan.


Selasa, 16 Juli 2013

A Prayer of St Richard of Chichester (1197-1253)



Thanks be to you, our Lord Jesus Christ,

for all the benefits which you have given us,


for all the pains and insults which you have borne for us.


Most merciful Redeemer, Friend and Brother,


may we know you more clearly,


love you more dearly,


and follow you more nearly,


day by day.

Minggu, 14 Juli 2013

BLESS THE LORD - TAIZE SONG (ACCORDING PSALM 103)


BLESS THE LORD, MY SOUL, AND BLESS HIS HOLY NAME

BLESS THE LORD, MY SOUL, HE RESCUES ME FROM DEATH

IT IS HE WHO FORGIVES ALL YOUR GUILT, WHO CLEANSES YOU ALL OF YOU ILLS

WHO REDEEMS YOUR LIFE FROM THE GRAVE, WHO CROWNS YOU WITH LOVE AND COMPASSION

BLESS THE LORD, MY SOUL, AND BLESS HIS HOLY NAME

BLESS THE LORD, MY SOUL, HE RESCUES ME FROM DEATH

THE LORD COMPASSION AND LOVE, SLOW TO ANGER AND RICH IN MERCY

HE DOES NOT TREAT US ACCORDING TO OUR SINS, NOR REPAY US ACCORDING TO OUR FAULTS

BLESS THE LORD, MY SOUL, AND BLESS HIS HOLY NAME

BLESS THE LORD, MY SOUL, HE RESCUES ME FROM DEATH

AS A FATHER HAS COMPASSION ON HIS CHILDREN, THE LORD HAS PITTY ON THOSE WHO FEAR HIM; FOR HE KNOWS OF WHAT WE ARE MADE. HE REMEMBERS THAT WE ARE DUST

BLESS THE LORD, MY SOUL, AND BLESS HIS HOLY NAME

BLESS THE LORD, MY SOUL, HE RESCUES ME FROM DEATH

HAL MENGIKUTI JEJAK KRISTUS DAN MENGABAIKAN SEGALA KESIA-SIAAN DUNIA*



Tuhan bersabda: "Barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan". Inilah sabda Kristus untuk menasihati kita supaya kita meniru hidup ketekunan-Nya, bila kita sungguh-sungguh ingin mendapat terang dan ingin dibebaskan dari segala kebutaan hati. Karena itu, hendaklah kita mengutamakan dan mencurahkan perhatian kita untuk merenungkan kehidupan Yesus Kristus.


Ajaran Kristus jauh melebihi semua ajaran orang-orang Kudus; dan barangsiapa mempunyai semangat sejati, akan mendapat makna yang tersembunyi di dalamnya. tetapi sering terjadi, bahwa banyak orang, meskipun telah berkali-kali mendengar Injil, rasa rindu mereka kepada Injil hanya kecil sekali, sebab mereka tidak memiliki semangat Kristus. Akan tetapi, barang siapa ingin memahami sedalam-dalamnya, dan menikmati sepenuhnya kata-kata Kristus, hendaklah ia berusaha menyesuaikan hidupnya dengan hidup Kristus.


Maka kesia-siaanlah mencari kekayaan yang fana dan menaruh pengharapan padanya. Kesia-siaan pula mengejar kehormatan dan membanggakan diri. Kesia-siaanlah, menuruti keinginan daging dan menginginkan segala sesuatu yang akhirnya harus mengakibatkan hukuman berat bagi kita. Kesia-siaanlah mengharapkan umur panjang, tetapi hanya sedikit mengindahkan hidup yang baik. Kesia-siaanlah, mencintai segala yang lewat dengan cepat dan tiada mengejar kebahagiaan yang kekal.


Hendaklah kita senantiasa ingat akan perkataan ini: "mata tidak pernah kenyang melihat, telinga tidak pernah puas mendengar". Maka hendaklah kita berusaha mengelakkan hati kita dari cinta akan yang kelihatan dan mengarahkannya kepada apa yang tidak tampak. Karena barangsiapa menuruti kenikmatan nafsu rasa, akan menodai hatinya dan kehilangan rahmat Allah.

* dikutip dari "MENGIKUTI JEJAK KRISTUS" (DE IMITATIONE CHRISTI) karya Thomas a Kempis (1380-1471), Terjemahan Indonesia, Penerbit OBOR, cet. 24, tahun 2009 (edisi revisi)


Rabu, 22 Agustus 2012

MENJAWAB TUDUHAN (BAGIAN DELAPAN)

APAKAH KEEMPAT INJIL DAPAT DIPERCAYA? (Bagian Kedua)

Tuduhan :

“Kita hanya mengetahui sangat sedikit tentang Yesus. Laporan panjang pertama tentang kehidupanNya adalah Injil Santo Markus, yang tidak dituliskan sampai sekitar tahun 70 M, kira-kira empat puluh tahun setelah kematianNya. Pada saat itu, fakta-fakta sejarah telah diselaputi elemen-elemen dongeng yang mengekspresikan makna yang telah Yesus berikan kepada para pengikutNya. Makna inilah yang terutama disampaikan oleh Santo Markus lebih daripada suatu pelukisan terus terang yang dapat dipercaya.” Karen Armstrong A History of God.

Jawab :

Tuduhan di atas hanyalah satu dari sekian banyak tuduhan yang dilancarkan oleh pihak yang skeptik mengenai otoritas Injil. Dengan memakai jubah risalah akademik, mereka menjatuhkan vonis bahwa Injil hanyalah produk konspirasi dari para murid untuk mempromosikan suatu agama baru. Tuduhan yang saya anggap sangat tendensius tetapi serampangan. Ironisnya banyak orang yang percaya begitu saja, termasuk beberapa orang-orang Kristen yang akhirnya meninggalkan iman percaya mereka.

Tetapi apakah tuduhan tersebut benar adanya?

Telah disepakati oleh para sarjana Alkitab, baik yang konservatif maupun liberal, bahwa penanggalan standar bagi penulisan Injil adalah Injil Markus pada tahun 70 M, Injil Matius dan Lukas pada tahun 80 M dan Injil Yohanes pada tahun 90 M.

Apa hubungannya dengan tuduhan di atas?

Penulisan Injil-injil tersebut masih dalam masa kehidupan di mana masih banyak saksi mata kehidupan Yesus, baik yang langsung maupun tidak langsung, termasuk para saksi mata yang menentang yang akan berperan sebagai pengoreksi jika ajaran-ajaran yang salah tentang Yesus disebarluaskan, dalam hal ini adalah penulisan Injil-injil.


Tuduhan : Tapi mengapa harus menunggu sampai sekian puluh tahun untuk menuliskan Injil?

Jawab :

Para pemikir skeptis merasa bahwa jeda puluhan tahun sebelum penulisan Injil-injil adalah suatu hal yang mencurigakan. Earl Doherty mengklaim, “Bila orang melihat di balik tabir kitab-kitab Injil, mosaik Yesus dari Nasaret cepat sekali pecah menjadi keping-keping komponen dan pendahulu-pendahulu yang tak dapat dikenal.” (The Jesus Puzzle: Did Christianity Begin with a Mythical Christ)

Para pemikir skeptis merasa bahwa para murid menggunakan masa tunggu itu untuk mempersiapkan sebuah konspirasi agama. Tuduhan yang dilancarkan oleh para skeptis diajukan dalam sudut pandang yang keliru. “Mungkin lebih baik bertanya seperti ini, Mengapa Injil-injil ini akhirnya ditulis?” (Reinventing Jesus, Perkantas, Divisi Literatur)

Konsep “masa tunggu” mengimplikasikan bahwa sedari awal para murid sudah merencanakan sejak awal penulisan Injil-injil. Tetapi pada kenyataannya bukanlah seperti itu.

Buku Reinventing Jesus menjelaskan hal ini dengan baik, “Yang utama dalam motivasi para rasul adalah pada awalnya ialah pewartaan Injil secara lisan. Mereka ingin menyebarkan Injil itu secepat mungkin.”

Hal ini sesuai dengan perintah yang Tuhan Yesus berikan sesaat sebelum kenaikanNya ke surga.

Matius 28:20 = “... dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu...”

Markus 16 : 15 = “Lalu Ia (Yesus) berkata kepada mereka : “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk...”

Lukas 24 : 47 = “dan lagi : dalam namaNya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.”

Kemudian dalam Kisah Para rasul disebutkan berulang kali bahwa Injil tersebar luas dan jemaat yang masih muda itu bertumbuh dengan pesat. Bayangkan saja, hari pertama Pentakosta, khotbah Petrus menobatkan 3000 orang dalam satu hari saja (Kisah Para Rasul 2 : 41), tidak sampai di situ, khotbah Petrus di Serambi Salomo juga menambahkan kira-kira 5000 orang laki-laki dalam keluarga Kristus (Kisah 4 : 4). Lebih lanjut dikisahkan bahwa setelah terjadi penganiayaan di Yerusalem, banyak orang yang percaya lari ke berbagai daerah lainnya di luar Yerusalem. Di perantauan, orang-orang percaya ini memberitakan kabar baik Injil sehingga banyak orang lain yang akhirnya bertobat.

Dengan kata lain, para rasul dan pemimpin gereja mula-mula beserta para jemaat sangat sibuk dengan pemberitaan Injil secara lisan. Berita tentang Kabar Baik Yesus tersebut melaju dengan kecepatan mengagumkan sampai ke seluruh wilayah kekuasaan Romawi hanya dalam beberapa tahun pertama sejak kelahiran gereja perdana. Ini adalah bukti keberhasilan pewartaan Injil secara lisan.

Tetapi ada satu pendapat dari seorang ahli Perjanjian Baru yang layak saya tuliskan dalam artikel kali ini. Ahli tersebut adalah Dr. Craig Blomberg. Saya perlu menampilkan terlebih dahulu rekam jejaknya dalam dunia penelitian Perjanjian Baru agar anda dapat menilai bagaimana pendapat dari Dr. Craig sangat berharga dan tentunya dapat dihandalkan.

Saat ini Dr. Craig Blomberg dianggap sebagai salah satu pakar terkemuka dalam penelitian naskah-naskah Injil. Ia memperoleh gelar Doktornya dari Aberdeen University di Skotlandia. Ia juga ikut serta sebagai rekanan periset senior di Tyndale House di Cambridge University di Inggris, di mana ia adalah bagian dari sarjana internasional elit yang menghasilkan serangkaian karya tentang Yesus yang disambut dengan baik. Ia juga menjadi seorang profesor dalam Perjanjian Baru di Denver Seminary yang prestisius.

Karya-karya tulisnya meliputi : Jesus & The Gospels; Interpreting the Parables; How Wide the Divide? Ia membantu mengedit jilid ke-6 dari Gospel Perspectives, yang menguraikan mukjizat-mukjizat Yesus secara panjang lebar. Ia juga menjadi rekanan penulis Introduction to Biblical Interpretation. Dr. Craig juga memberikan kontribusi beberapa bab tentang kehistorisan keempat Injil di dalam buku Reasonable Faith dan buku pemenang penghargaan Jesus Under Fire. Bukunya yang mendapat respon luar biasa dan mengukuhkannya sebagai ahli dalam studi keempat Injil adalah The Historical Reliability of The Gospels.

Saya mengutip pendapat Dr. Craig dalam buku karya Lee Strobel, seorang jurnalis hukum ateis yang akhirnya menjadi Kristen, yang berjudul The Case for Christ. Buku ini adalah hasil riset Lee, yang ketika itu masih ateis, dengan mewancarai banyak sarjana yang ahli di bidangnya masing-masing dan meneliti ratusan literatur untuk menemukan kebenaran Kristus, di mana Dr. Craig adalah salah satu narasumber bagi bukunya tersebut. Buku yang akhirnya memenangkan penghargaan prestisius sekaligus membawanya kepada pertobatan kepada Kristus.

Lee Strobel (LS) : “Anda mengindikasikan bahwa anda percaya keempat Injil ditulis lebih awal daripada tanggal-tanggal yang anda sebutkan?”

Dr. Craig Blomberg (CB) : “Ya lebih awal. Dan kita dapat menguatkannya dengan memperhatikan kitab Kisah Para Rasul, yang ditulis oleh Lukas. Kisah Para Rasul rupanya belum selesai ditulis-Paulus adalah tokoh sentral dalam kitab itu, dan ia berada dalam tahanan rumah di Roma. Dengan laporan itu, kitab tersebut secara mendadak terputus. Apa yang terjadi pada Paulus? Kita tidak menemukannya dalam Kisah Para Rasul, mungkin karena kitab itu ditulis sebelum Paulus dihukum mati.”

Dengan bersemangat CB melanjutkan :

CB : “Itu berarti Kisah Para Rasul tidak dapat diberi tanggal lebih lama daripada tahun 62 M (Disepakati oleh sejarawan, Paulus mati syahid dengan dipenggal di Roma pada tahun 62 M). Dengan menetapkan demikian, kita kemudian dapat bergerak mundur dari situ. Karena Kisah Para Rasul merupakan bagian kedua dari sebuah karya yang terdiri dari dua bagian, kita tahu bagian yang pertama - Injil Lukas - pasti telah ditulis lebih awal dari itu. Dan karena Lukas memasukkan bagian-bagian dari Injil Markus, itu berarti Markus ditulis bahkan lebih awal lagi.”

CB : “Jika anda memberikan waktu mungkin satu tahun bagi tiap-tiap kitab tersebut, anda akan mendapat hitungan akhir bahwa Injil Markus ditulis tidak lebih lama dari sekitar tahun 60 M, mungkin bahkan pada akhir tahun 50an M. Jika Yesus dihukum mati tahun 30 atau 33 M, kita memberikan suatu celah maksimum sebesar kurang lebih tigapuluh tahun.”

Pendapat Dr. Craig tersebut setidaknya membawa dua implikasi :

Pertama, pendapat tersebut membawa sebuah petunjuk baru mengenai penanggalan penulisan keempat Injil. Pendapat tersebut tidak dapat diabaikan begitu saja karena pendapat ini keluar dari seorang ahli mengenai studi keempat Injil yang diakui oleh dunia penelitian Alkitab, khususnya Perjanjian Baru.

Kedua, pendapat ini sekaligus meruntuhkan teori spekulatif yang serampangan yang diajukan oleh pemikir skeptik, yang ironisnya kebanyakan diragukan rekam jejak akademiknya dalam studi Alkitab, dalam artikel kali ini diwakili oleh Karen Armstrong dan Earl Doherty. Teori spekulatif tersebut adalah bahwa keempat Injil sudah dilumuri oleh elemen-elemen dongeng atau fantasi dari para penulisnya.

Mengenai hal yang kedua tersebut, saya kembali mengutip pendapat Dr. Craig dalam The Case for Christ :

CB : “2 biografi Alexander Agung yang paling awal ditulis oleh Arrian dan Plutarch lebih dari empat ratus tahun setelah kematian Alexander (Alexander meninggal tahun 332 SM), walaupun demikian, para sejarawan menganggap bahwa secara umum kedua biografi tersebut patut dipercaya. Ya, materi legenda tentang Alexander berkembang seiring berlalunya waktu, namun itu hanya dalam abad-abad setelah kedua penulis ini.”

CB : “Dengan kata lain, kisah Alexander terpelihara cukup utuh selama lima ratus tahun pertama; materi legenda mulai muncul selama lima ratus tahun sesudahnya. Jadi entah apakah keempat Injil dituliskan enam puluh atau tiga puluh tahun setelah kehidupan Yesus di dunia, jumlah waktunya dapat diabaikan menurut perbandingan ini. Itu bukan hampir merupakan suatu isu.”

Artinya, secara intuitif terlihat jelas bahwa semakin singkat celah antara sebuah peristiwa dan saat ketika dicatat dalam tulisan, semakin berkurangnya kemungkinan, bahwa tulisan itu akan menjadi legenda atau ingatan-ingatan yang salah.

Akhir kata, inilah “kemunafikan” intelektual yang ditunjukkan oleh pemikir-pemikir skeptik. Ketika berbicara mengenai risalah-risalah kuno non Kristen, mereka akan bersikap obyektif dan tidak akan meneliti lebih jauh apakah risalah-risalah tersebut benar adanya. Tetapi ketika dihadapkan pada risalah-risalah kekristenan, khususnya mengenai Perjanjian Baru, maka mereka akan bersikap menuduh, mencurigai dan menghakimi.

Selasa, 21 Agustus 2012

MENJAWAB TUDUHAN (BAGIAN TUJUH)


APAKAH KEEMPAT INJIL DAPAT DIPERCAYA? (Bagian Pertama)

Lee Strobel dalam bukunya yang memperoleh penghargaan The Gold Medallion Book Award, The Case For Christ (sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul “Pembuktian Atas Kebenaran Kristus : Investigasi Pribadi Seorang Jurnalis atas Bukti tentang Yesus”, Gospel Press) menulis, “Ya, kesaksian mata dapat menawan dan meyakinkan. Saat seorang saksi mata telah memiliki cukup kesempatan untuk mengamati suatu tindakan kriminal, saat tidak terdapat prasangka atau motif-motif tersembunyi, saat si saksi berlaku jujur dan adil, tindakan klimaks menunjuk kepada seorang terdakwa dalam sebuah ruang sidang sudah cukup memberi orang itu hukuman penjara atau yang lebih buruk dari itu.”

Kesaksian sama pentingnya dalam menginvestigasi perkara-perkara historis, bahkan dalam sebuah permasalahan yang populer dari dulu hingga sekarang, apakah Yesus adalah Anak Allah sejati?

Ketika memikirkan kehidupan Yesus, maka secara otomatis kita akan melihat kepada Keempat Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes). Keempat Injil dapat dikatakan sebagai kitab biografi kehidupan Yesus. Tetapi apakah keempat Injil adalah benar-benar menulis dengan tepat dan benar kehidupan Yesus dan seberapa baik laporan-laporan-laporan ini (keempat Injil) akan bertahan menghadapi penelitian cermat para skeptis. Dengan kata lain apakah keempat Injil dapat dihandalkan sebagai sebuah sumber yang historis tentang kehidupan Yesus.


Tuduhan : Pada awalnya Keempat Injil adalah kitab yang anonim (tidak berjudul/bernama). Judul-judul (Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yohanes) ditambahkan dalam suatu masa kemudian. Jadi bagaimana kita bisa percaya bahwa nama yang melekat pada kitab-kitab tersebut adalah penulis sesungguhnya dari kitab-kitab tersebut?


Jawab :

Memang benar bahwa Keempat Injil pada mulanya adalah kitab yang anonim. Tetapi kesaksian yang cukup beragam dari gereja mula-mula (para Bapa gereja) menyatakan bahwa Matius atau Lewi, mantan pemungut cukai dan salah satu dari 12 murid Yesus, adalah penulis Injil Matius; Yohanes Markus yang adalah rekan sekerja Petrus adalah penulis Injil Markus; Lukas, seorang tabib dan rekan yang dikasihi Paulus, menulis Injil Lukas dan Kisah Para Rasul.

Papias, seorang Uskup Hieropolis, adalah saksi paling awal mengenai siapa penulis Injil Markus. Papias hidup sekitar tahun 60 yang artinya ia mempelajari tentang akar iman kepercayaannya dari generasi/jemaat Kristen mula-mula. Oleh karena itu kesaksiannya tentulah sangat berbobot.

Sang Penatua biasanya berkata begini, ”Markus yang telah menjadi penerjemah bagi Petrus menuliskan dengan tepat semua yang diingatnya, walaupun urutannya tidak persis, tentang hal-hal yang seperti yang dikatakan atau dilakukan Kristus. Sebab, ia tidak mendengar langsung dari Tuhan dan mengikut Dia. Tetapi, sesudah itu, ia mengikut Petrus yang mengadaptasi ajaran-ajaranNya sebagaimana perlu, namun tidak bermaksud menyampaikan ucapan-ucapanNya secara berurutan. Oleh sebab itu, Markus tidak membuat kesalahan apapun dalam menuliskan beberapa hal seperti yang diingatnya, karena ia benar-benar berusaha untuk tidak menghilangkan apa pun yang didengarnya atau membuat pernyataan palsu dalam semuanya itu.” (Papias, The Fragment of Papias)


Bagaimana dengan Matius, Lukas, dan Yohanes?

Irenaeus, salah seorang Bapa Gereja, memperkuat penamaan Injil-injil pada masa-masa sebelumnya. Ia menulis, “Matius menerbitkan Injilnya sendiri di antara kalangan orang-orang Yahudi, selagi Petrus dan Paulus memberitakan Injil di Roma dan mendirikan gereja di sana. Setelah kepergian mereka, Markus, murid dan penafsir Petrus, memberikan kepada kami tulisan berisi kotbah-kotbah Petrus. Lukas, pengikut Paulus, mengumpulkan Injil yang diberitakan gurunya dalam sebuah buku. Kemudian Yohanes, murid Tuhan, yang juga bersandar di dadanya, menuliskan sendiri Injilnya sementara ia tinggal di Efesus di Asia.” (Irenaeus, Adversus haereses)


Tuduhan : Bisa saja bahwa para Bapa gereja memiliki suatu motivasi untuk berbohong dengan menyatakan bahwa orang-orang inilah yang menulis Injil-injil, padahal sebenarnya tidak.


Jawab :

Sangat tidak mungkin! Para Bapa gereja adalah figur-figur yang diakui dengan baik integritas mereka dalam kehidupan. Lagipula nama-nama yang dilekatkan dalam Injil-injil tersebut adalah karakter-karakter yang tidak layak untuk penamaan kitab-kitab tersebut.


Mengapa?

Markus dan Lukas bukan bagian dari 12 murid Yesus, bahkan Lukas bukanlah Yahudi, ia adalah seorang Yunani. Matius memang adalah bagian dari 12 murid Yesus, tetapi latar belakangnya sebagai mantan pemungut cukai yang dibenci, bukanlah karakter yang tepat untuk dijadikan penulis Injil Matius. Para Bapa gereja bisa saja memilih nama-nama yang lebih kredibel, misalnya Petrus, Yakobus, Maria atau Filipus. Tetapi nyatanya mereka tidak melakukan itu.

Ironisnya beberapa pihak yang mengaku sebagai ahli Perjanjian Baru malah memilih kitab-kitab yang isinya penuh khayalan, bertentangan dengan ortodoksi Kristen dan ditulis jauh setelah kematian Yesus serta “memaksakan” opini bahwa kitab-kitab tersebut lebih layak dan kredibel dimasukkan dalam kanon Perjanjian Baru menggantikan Keempat Injil. Dan tebak apakah nama dari kitab-kitab tersebut? Injil Yudas, Injil Thomas, Injil Petrus, Injil Maria Magdalena.

Minggu, 29 Juli 2012

Menjawab Tuduhan (Bagian Enam)

KONSILI NICEA (Bagian Kedua)


HOMOOUSIOS ATAU HOMOI-OUSIOS

Setelah para uskup mengetahui dan menolak apa yang menjadi teologi Arius, mereka sepakat untuk membuat sebuah pernyataan resmi yang akan disusun dan ditandatangani oleh semua uskup yang hadir. Hosius, penasihat teologi Konstantinus, diangkat sebagai juru tulis dokumen yang baru. Tetapi dalam pembuatan pernyataan tersebut, para uskup terbentur oleh masalah istilah. Kelompok pendukung Arius menginginkan agar hanya dipakai istilah-istilah yang digunakan dalam Alkitab, sedangkan para uskup penentang Arius menegaskan perlu adanya bahasa di luar Alkitab untuk menguraikan makna kata-kata dalam Alkitab.

Konstantinus yang melihat perdebatan yang semakin meruncing memanggil Hosius untuk dimintai pendapatnya. Hosius segera menyampaikan pendapatnya dan Konstantinus menilai apa yang disampaikan oleh Hosius dapat menjadi solusi bagi kedua belah pihak yang berbeda pendapat. Konstantinus mengusulkan bahwa Sang Anak memiliki “hakikat yang sama” (Yunani: homoousios) seperti Bapa. Istilah ini dianggap Konstantinus akan menunjukkan Yesus sepenuhnya bersifat ilahi (sehingga dapat diterima oleh pihak yang menentang Arius) tanpa menyiratkan terlalu banyak penafsiran yang lain (sehingga melenyapkan kekhawatiran pendukung Arian). Sebagian besar uskup kelihatan bersedia menerima rumusan ini. Tetapi, pendukung Arius yang berhaluan keras menilai istilah itu sarat makna. Dalam pandangan mereka, istilah homoousios mengakui kesetaraan Yesus dengan Bapa namun tidak menjelaskan secara memadai bagaimana kesetaraan itu dapat selaras dengan kepercayaan kepada Tuhan yang Esa.

Tanpa mempedulikan penentangan keras dari segelintir orang, para uskup yang menyetujui rumusan homoousios maju terus dengan dukungan mayoritas dan menyusun suatu pengakuan iman yang menyatakan Kristus sehakikat dengan Bapa. Pengakuan iman tersebut adalah :

Aku percaya akan satu Elohim, Bapa yang Maha Kuasa, Pencipta langit dan bumi dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan.

Dan akan Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang Tunggal, Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad. Allah dari Allah, terang dari terang. Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakekat (homoousios) dengan Bapa, segala sesuatu dijadikan olehnya.Ia turun dari sorga untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita, dan Ia menjadi daging oleh Roh Kudus dari perawan Maria dan menjadi manusia.Ia pun disalibkan untuk kita waktu Pontius Pilatus, Ia wafat kesengsaraan dan dimakamkan. Pada hari ketiga Ia bangkit, menurut Kitab Suci. Ia naik ke sorga, duduk di sisi kanan Bapa. Ia akan kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati; Kerajaan-Nya takkan berakhir.

Aku percaya akan Roh Kudus, Tuhan yang menghidupkan; yang berasal dari Bapa dan Putra, yang serta Bapa dan Putra disembah dan dimuliakan. Ia bersabda dengan perantaraan para nabi. Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, universal dan apostolik. Aku mengakui satu pembaptisan akan penghapusan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati, dan kehidupan di dunia yang akan datang. Amin.”


Semua uskup menandatangani pengakuan itu, kecuali Theonas dari Marmarika dan Sekundus dari Ptolemais. Tetapi pesan keseluruhan sangat jelas : Paham Arianisme tidak sesuai dengan iman Kristen secara historis dan apa yang dipraktikkan dalam gereja.

Dalam perkembangan selanjutnya, ada beberapa orang yang kurang setuju dengan rumusan homoousios. Mereka khawatir, rumusan yang dimaksud untuk mengatakan Bapa dan Anak memiliki hakikat yang sama dapat dipelintir sehingga Bapa dan Anak dimengerti sebagai pribadi yang sama. Kelompok ini mengusulkan, jika rumusan homoousios diubah sedikit, selesailah persoalannya.

Dalam bahasa Yunani, perbedaan kata “sama” (homo) dan “serupa” (homoi) hanya terletak pada huruf “i” (atau iota). Dengan mengubah homo-ousios menjadi homoi-ousios, sebagian orang yang anti Arius mengatakan Anak mempunyai “hakikat yang serupa” dengan Bapa. Dengan kata lain, mereka menegaskan keilahian Anak namun melihat Dia sebagai pribadi yang berbeda dengan Bapa. Tetapi kalangan anti Arius lainnya menolak rumusan yang lebih longgar ini. Mereka berpendapat rumusan homoi-ousios tidak sepenuhnya menggambarkan kesetaraan Kristus yang bersifat hakiki dengan Allah. Lagipula, Arius dan para pendukungnya sangat senang menggunakan istilah yang lebih longgar ini untuk Kristus yang diciptakan. Oleh karena itu, banyak kalangan anti Arius tetap berpegang teguh dengan istilah homoousios. Athanasius adalah salah satu orang yang tetap berpegang pada pengakuan iman Nicea. Ia tidak mau mengalah sedikit pun - bahkan satu iota pun.

Dalam tulisan berikutnya kita akan berkenalan dengan tokoh Athanasius tersebut yang luar biasa teguhnya memegang keyakinan iman Nicea.


Bacaan lebih lanjut mengenai Konsili Nicea :

1. Philip Schaff, History of The Christian Church (New York: Scribners, 1882)

2. Roger E. Colson, The Story of Christian Theology (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1999)