Minggu, 27 Mei 2012

Menjawab Tuduhan (Bagian Ketiga)


AKU ADALAH AKU

Terkadang latar belakang Yahudi Yesus sering dilupakan oleh orang-orang Kristen. Potret Yesus kebanyakan sudah terdistorsi dengan semua hal yang berbau barat. Hal yang lain adalah berhubungan dengan perkembangan dunia politik internasional selama 40 tahun terakhir, khususnya di Timur Tengah. Pertikaian antara bangsa Israel dengan tetangga mereka, bangsa Arab dan Palestina, mempengaruhi pandangan orang-orang Kristen akan Yahudi. Berita-berita internasional selalu mengarahkan kamera dan pena mereka kepada Israel yang selalu digambarkan kejam dan tidak berperikemanusiaan kepada bangsa Palestina. Hal ini membuat orang-orang Kristen selalu menghindarkan diri dari kenyataan bahwa Yesus adalah seorang yang lahir dari keluarga Yahudi dan tumbuh besar di antara adat-istiadat dan kebudayaan Yahudi. Orang-orang Kristen takut dicap sebagai antek-antek zionis Israel yang Yahudi. Tetapi tragisnya hal itu malah membuat Yesus semakin jauh dari akar Yahudinya yang tentu saja mengaburkan asal-usul keyahudianNya.

Mengapa saya menyinggung hal ini dalam bahasan saya mengenai Ketuhanan Yesus?

Karena klaim Yesus mengenai keilahian diriNya berhubungan langsung dengan apa yang diyakini dan dipercayai oleh bangsa Yahudi selama ribuan tahun.

Kita akan mencoba untuk mempelajari sebuah perkataan Yesus, di mana sebanyak 30 kali, Rasul Yohanes, menuliskannya dalam Injilnya, Yohanes. Perkataan tersebut adalah “EGO EIMI”, dalam bahasa Yunani atau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai “I AM” dan “AKU adalah” atau “AKULAH” dalam bahasa Indonesia.

Menurut beberapa sumber kuno, Rasul Yohanes, di masa tuanya ketika tinggal di Efesus, diminta oleh para penatua di Asia untuk menuliskan “Injil yang rohani” ini untuk menyangkal suatu ajaran sesat mengenai sifat, kepribadian, dan keilahian Yesus yang dipimpin oleh seorang Yahudi yang bernama Cerinthus. (Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan, Gandum Mas, 2002, hal. 1695)

Sekali lagi tulisan dari Ajith Fernando dalam bukunya Supremasi Kristus menjelaskan perkataan “EGO EIMI” dengan baik.

Ajith Fernando menulis, ”Dalam bahasa Yunani, akhiran verba beragam menurut subjeknya. Hal ini jarang terjadi dalam bahasa Inggris dan juga bahasa Indonesia, tetapi kata “am” adalah salah satunya. Saat anda melihat kata “am”, anda tahu pasti subjeknya “I”. Hal ini selalu terjadi dalam bahasa Yunani. Tetapi dalam bahasa Yunani, penggunaan subyek dalam kalimat bukan keharusan jika subyek tersebut sebuah pronomina (kata ganti orang) seperti “I” atau “he” atau “we”. Sehingga kalimat seperti “I am the bread” cukup dikatakan “Am the bread” dalam bahasa Yunaninya. Tetapi jika anda memberikan penekanan tentang subyeknya, barulah anda menggunakan kata ganti tersebut. Yohanes melakukan hal ini sebanyak 30 kali dalam pernyataan “I AM”-nya Yesus. Kita bisa mengatakan bahwa Yohanes melakukannya untuk memberikan penekanan khusus.” (Supremasi Kristus, hal 36)

Inilah mengapa kita tidak hanya membaca Alkitab dalam bahasa terjemahan (dalam hal ini bahasa Indonesia), tetapi juga harus membaca dan mempelajari Alkitab dalam bahasa aslinya. Dalam hal ini, Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani dan sebagian Aram, sedangkan Perjanjian Baru adalah dalam bahasa Yunani. Injil Yohanes yang merupakan bagian dari kitab dalam Perjanjian Baru menggunakan bahasa Yunani. Dari sana kita bisa mengerti bahwa ada maksud yang dituju oleh penulis dari Injil Yohanes mengenai keilahian Yesus, khususnya pelajaran mengenai perkataan “EGO EIMI”, yakni bahwa Yohanes melakukannya untuk memberikan penekanan khusus terhadap pribadi Yesus.

Lebih lanjut Ajith menulis, “Dalam versi terjemahan Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani atau lebih dikenal dengan Septuaginta, yang sangat populer di abad pertama, saat para penerjemah sampai kepada kata-kata untuk Elohim, “mereka kelihatannya berpikir bahwa kata-kata itu harus diterjemahkan berbeda dari kata-kata untuk manusia.” Sehingga “mereka cenderung menggunakan bentuk penegasan dengan kata ganti “I” (Leon Morris, Reflection on The Gospel of John, vol. 2, Grand Rapids, 1987).” (Supremasi Kristus, hal. 37)

Sebelum lebih jauh, saya akan mengajak anda untuk melihat di dalam kitab Keluaran pada pasalnya yang ke-3. Pada pasal ini Musa bertemu dengan Tuhan di gunung Horeb ketika menggembalakan kambing dan domba mertuanya, Yitro. Tuhan hendak mengutus Musa ke Mesir sebagai alatNya untuk membawa keluar bangsa Israel dari perbudakan. Musa menanyakan nama Tuhan sebagai antisipasi kalau-kalau orang Israel menanyakan siapa nama Tuhan yang mengutus dirinya. Tuhan menjawab, “AKU adalah AKU. Lagi firmanNya : “Beginilah kaukatakan kepada orang Israel itu : “AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.” (Keluaran 3:14)

Dalam terjemahan Indonesia kita tidak akan melihat dengan jelas. Oleh karenanya saya akan menampilkan bahasa asli dari ayat tersebut dan juga dalam bahasa Yunani (Septuaginta) :

Ibrani :

“VAYOMER {dan Dia berfirman} ‘ELOHIM {Elohim} ‘EL – MOSYEH {kepada Musa} ‘EHEYEH {Aku akan ada} ‘ASYER {yang} ‘EHEYEH {Aku akan ada} VAYO’MER {dan Dia berfirman} KOH {demikian} TO’MAR {engkau harus berkata} LIVENEY {kepada anak-anak} YISERA’EL {Israel} ‘EHEYEH (Aku akan ada} SYELAKHANI {mengutus aku} ‘ALEYKHEM {ke atas kalian}”

Yunani (Septuaginta) :

“KAI EIPEN HO THEOS MOUSEN EGO EIMI HO ON KAI EIPEN AUTOS EREIS TOIS HUIOIS ISRAEL HO ON APESTALKEN ME PROS HUMAS”

Dari Keluaran 3:14 kita dapat mengetahui bahwa inilah nama Tuhan yang dinyatakan oleh Tuhan sendiri kepada Musa, yaitu : EHEYEH atau oleh para penerjemah PL Ibrani ke bahasa Yunani (Septuaginta) adalah EGO EIMI.

Kita akan melihat beberapa terjemahan dalam bahasa Inggris :

King James Version (KJV) :
And God said unto Moses, I AM THAT I AM: and he said, Thus shalt thou say unto the children of Israel, I AM hath sent me unto you.

New International Version (NIV) :
God said to Moses, “I am who I am”. This is what you are to say to the Israelites: ‘I am’ has sent me to you.’”

English Revised Version :
And God said unto Moses, I AM THAT I AM: and he said, Thus shalt thou say unto the children of Israel, I AM hath sent me unto you.

Kita akan masuk pada pernyataan AKU-nya Yesus dalam Injil Yohanes. Saya akan mengambil satu contoh saja.

Yohanes 6:35 =

“Kata Yesus kepada mereka: "Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi.

KJV : “And Jesus said unto them, I am the bread of life: he that cometh to me shall never hunger; and he that believeth on me shall never thirst.”

Kita lihat dalam terjemahan aslinya :
“Eipen autois ho Iesous EGO EIMI ho arthos tes zoes....”

Kita dapat melihat bahwa Yohanes menggunakan frasa EGO EIMI yang di mana frasa tersebut dipakai sebagai padanan kata dari EHEYEH dalam bahasa Ibrani yang menunjuk kepada nama Tuhan sendiri.

Setelah melihat dari terjemahan asli dalam bahasa Ibrani dan beberapa terjemahan lainnya, kita sampai pada kesimpulan bahwa saat “Yohanes menuliskan pernyataan Yesus dengan pronomina yang bersifat penekanan, dia sedang menggunakan ‘gaya bahasa yang menunjukkan Elohim’. Inilah salah satu cara dari Yohanes untuk menunjukkan bahwa Yesus lebih dari sekedar manusia biasa. Yohanes menunjukkan bahwa kata-kata untuk Elohim pantas untuk Yesus.” (Supremasi Kristus, hal. 37)

Satu hal terakhir yang saya mau ungkapkan di dalam tulisan kali ini adalah salah satu perbincangan antara Yesus dengan orang-orang Yahudi di dalam Bait Elohim.

Yohanes 8 :57,58 =

Maka kata orang-orang Yahudi itu kepada-Nya: "Umur-Mu belum sampai lima puluh tahun dan Engkau telah melihat Abraham?"

Kata Yesus kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, AKU telah ada."

Dalam terjemahan Yunaninya pada ayat yang ke-58 :

Eipen autois Iesous Amen amen lego hymin prin Abraam genesthai EGO EIMI

KJV : Jesus said unto them, Verily, verily, I say unto you, Before Abraham was, I AM.

Bagi orang-orang yang tidak paham dengan keyakinan orang Yahudi, maka perkataan Yesus tersebut tidak ada pengaruhnya. Tetapi pada masa Yesus, perkataan tersebut sangatlah kontroversial. Orang-orang Yahudi langsung mengerti apa yang dimaksud oleh Yesus sehingga mereka langsung mengambil batu untuk melempari Yesus (Yohanes 8:59). Perkataan itu berarti bukan saja pada waktu Abraham ada, Yesus ada; tetapi sebelum Abraham ada, Yesus sudah ada dan sesudah Abraham tidak ada, Yesus tetap ada. Itu sebab Yohanes memakai perbedaan tenses di sini, “Before Abraham was, I AM.” Singkatnya, Yesus menyatakan diri sebagai Elohim yang sudah bereksistensi dari dulu, sekarang dan selama-lamanya. Perkataan itu terkait langsung dengan perkataan Tuhan kepada Musa dalam Keluaran 3:14 = EHEYEH ASYER EHEYEH, EGO EIMI HO ON, I AM THAT I AM, AKU adalah AKU. Kalimat ini menyatakan bahwa Elohim itu adalah Elohim yang kekal, yang sudah ada dari dulu, sekarang dan selama-lamanya, Elohim yang menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada. Orang Yahudi sangat mengerti bahwa kata “I AMhanya bisa diberikan kepada Tuhan Elohim sendiri dan kata itu sekarang dipakai oleh Tuhan Yesus langsung, “Jesus said unto them, Verily, verily, I say unto you, Before Abraham was, I AM.”

Setelah anda membaca tulisan ini dan dua tulisan sebelumnya, sudahkah anda menetapkan hati anda untuk mengakui dan menerima dengan sungguh-sungguh bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat? Jikalau belum, sekaranglah waktu yang tepat untuk anda untuk menyatakan pengakuan iman anda kepada Tuhan Yesus. Anda tidak tahu kapan anda akan meninggalkan dunia ini. Tidak akan ada kesempatan kedua atau ketiga atau seterusnya setelah anda meninggalkan dunia ini. 

Yoel 2:32 
Dan barangsiapa yang berseru kepada nama TUHAN akan diselamatkan

Roma 10:9
Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.




Link-link untuk mempelajari Alkitab dari berbagai terjemahan :



Minggu, 20 Mei 2012

Menjawab Tuduhan (Bagian kedua)

Tuduhan “Oke, empat kitab Injil memang menunjukkan bahwa Yesus tidak pernah menolak atau melarang orang-orang untuk datang menyembahNya. Tapi itu bukan berarti bahwa Yesus adalah Tuhan.”


JawabApabila kita membaca empat kitab Injil dengan seksama maka para penulis Injil-injil tersebut menegaskan keilahian Yesus.

Saya akan mencoba mengambil dari perspektif pengajaran dan perkataan Yesus sendiri. Dalam hal ini saya berhutang banyak kepada tulisan Ajith Fernando, penginjil sekaligus apologet Kristen berkebangsaan Srilanka, yang bersama-sama dengan istrinya memfokuskan pelayanannya kepada para penganut Buddhisme. Apa yang saya tuliskan berikut ini saya kutip dari bukunya yang luar biasa yang berjudul The Supremacy of Christ (Terjemahan Indonesia : Supremasi Kristus, Penerbit MomentumSurabaya, hal. 33-36, 2008).

Yesus berbicara dengan otoritas yang besar. Pada Matius 28:18, Yesus berkata :”KepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi.” Pada kesempatan lain Yesus berkata,”Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanKu tidak akan berlalu.” (Matius 24:35). Ajith mengutip perkataan R.T. France, “Setiap guru Yahudi memastikan pengajarannya terdokumentasi dengan sejumlah besar kutipan dari kitab suci dan nama-nama gurunya untuk menambah bobot pendapatnya; otoritasnya sendiri merupakan otoritas sekunder. Tetapi Yesus tidaklah demikian. Dia begitu saja mengabaikan hukum itu”. Yesus tidak berkata,”Kitab suci mengatakan...” atau “Rabi X menyatakan ....” Sebaliknya Yesus berkata, “ Aku berkata ....”

Pengajaran Yesus pada khotbah di bukit menunjukkan dengan lantang hal tersebut. Setelah mengajarkan pengajaran Ucapan Berbahagia, Yesus melanjutkannya dengan tema hukum Taurat. Dalam Matius 5:21-22, Yesus berkata, “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita : Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu : setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya : Kafir! Harus dihadapkan kepada Mahkamah Agama dan siapa yang berkata : jahil! Harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.”

Selanjutnya di dalam ayat-ayat berikutnya dalam pasal tersebut di atas terdapat 5 pernyataan sejenis yang mengikuti formula yang sama : “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyan kita : ..... (kutipan dari Perjanjian Lama).” Dan kemudian diikuti oleh : “Tetapi aku berkata kepadamu : ...... (modifikasi terhadap prinsip Perjanjian Lama).”

Yesus mengklaim memiliki kuasa untuk mengampuni dosa. Saat Yesus mengampuni dosa seorang yang lumpuh (Markus 2:5) dan orang mempertanyakan hak-Nya melakukan itu (mengampuni dosa), Ia membuktikannya dengan melakukan mukjizat. “Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia mengampuni dosa. Kepadamu Kukatakan, bangunlah dan angkatlah tempat tidurmu dan pulang ke rumahmu! Dan orang itu pun bangun, segera mengangkat tempat tidurnya dan pergi ke luar di hadapan orang-orang itu....” –Markus 2:10-12

Dalam Injil Lukas, dikisahkan suatu ketika Yesus datang memenuhi undangan dari seorang Farisi untuk makan di rumahnya. Di kota tersebut ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Perempuan tersebut mengetahui bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi di kota itu. Ia pun mendatangi rumah tersebut dan membasuh kaki Yesus dengan air mata dan menyeka dengan rambutnya. Yesus yang melihat hal ini berkata kepada perempuan tersebut, “Dosamu telah diampuni.” (Lukas 7:36-50)

Yesus tidak hanya mengatakan, ”Ikutlah ajaranKu” – Dia berkata, ”Ikutlah Aku” dan menuntut ketaatan penuh. Dalam Matius 10:37-38, Yesus berkata,”Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripadaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripadaKu, ia tidak layak bagiKu. Barangsiapa tidak memikul salibNya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiKu (lihat juga dalam Lukas 14:26,27).

Yesus mengambil gelar yang diberikan bagi Elohim dalam Perjanjian Lama. Mazmur 27:1 berkata, “TUHAN adalah terangku dan keselamatanku.” (lihat juga dalam Yesaya 60:20). Yesus berkata, “Akulah terang dunia.” (Yohanes 8:12). Mazmur 23:1 berkata, “TUHAN adalah gembalaku” (lihat juga dalam Yehezkiel 34:15). Yesus berkata, “Akulah gembala yang baik” (Yohanes 10:11).

Yesus melihat diriNya layak menerima kehormatan yang hanya diberikan kepada Elohim. Yesaya 42:8 berkata, “Aku ini TUHAN, itulah namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain atau kemasyhuranKu kepada patung” (lihat juga Yesaya 48:11). Yesus berdoa, “Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau... Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.” (Yohanes 17:1,5). Yesus berkata, “Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.” (Yohanes 5:22-23). Dalam Injil Matius, Yesus berkata juga, “Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.” (Matius 16:27).

Yesus menyatakan memiliki hubungan Bapa-Anak yang unik dengan Elohim. Ia menyebut diriNya Anak Elohim, dan menyebut Elohim “BapaKu”. Penyebutan “BapaKu” bukan cara yang biasa yang digunakan oleh orang Yahudi dalam memanggil Elohim. Mereka memang menyebut “Bapa kami”, walaupun dalam menggunakan kata “Bapaku” dalam doa, biasanya mereka memberi tambahan seperti “di dalam surga” untuk menghilangkan kesan kekeluargaan. Yesus tidak melakukan hal itu. Dalam kitab-kitab Injil, Yesus malah ingin menegaskan bahwa diriNya memiliki hubungan yang unik dengan Elohim yang tidak mungkin dimiliki manusia. Saat Yesus meredakan badai dan para murid menjadi tahu bahwa Dia bukan manusia biasa, mereka “menyembah Dia”. Mereka mencapai kesimpulan, “Sesungguhnya Engkau Anak Elohim.” (Matius 14:33).

Yesus menyatakan diri sebagai hakim atas umat manusia. Yesus berkata, “Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas tahta kemuliaanNya” (Matius 25:31). Dalam ayat 32-46, Yesus menjelaskan bagaimana Dia akan menghakimi bangsa-bangsa. Mengenai diriNya, Yesus berkata, “Ia (Bapa) telah memberikan kuasa kepadaNya untuk menghakimi, karena Ia adalah Anak Elohim” (Yohanes 5:27). Leon Morris, seorang ahli Perjanjian Baru, menyatakan, “Jika Yesus bukan Elohim, pernyataan ini sama sekali tidak berdasar.” Lebih lanjut Morris berkata, “Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menentukan nasib kekal sesamanya.” (The Lord from Heaven, Leicester dan Downers Grove, III : InterVarsity Press, 1974, 36).

Yesus menyatakan bahwa nasib kekal manusia tergantung pada hubungan mereka denganNya. Ia berkata, “Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya? Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Markus 8:35-37).

Yesus menyatakan bahwa Dia bisa memberikan kepada kita hal-hal yang hanya bisa diberikan oleh Elohim. Yesus berkata, “Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendakiNya (Yohanes 5:21; Yohanes 11:25). Dia berkata akan memberikan “mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai pada hidup yang kekal” (Yohanes 4:14). Dia berkata akan memberikan “Damai sejahteraKu” (Yohanes 14:27) dan “sukacitaKu” (Yohanes 15:11). Di dalam pernyataan “Akulah” dalam Injil Yohanes, kita menemukan Yesus berkata bahwa Ia akan memberikan roti kehidupan (Yohanes 6:35), terang kehidupan (Yohanes 8:12), dan topangan untuk menghasilkan buah (Yohanes 15:1-8). Yesus mengatakan bahwa Dia adalah pintu menuju keselamatan (Yohanes 10:7-9) dan jalan menuju keselamatan (Yohanes 14:6) dan hidup yang mengalahkan kematian (Yohanes 11:25,26).

Ajith Fernando dalam bukunya tersebut juga menyatakan, “Apa yang Yesus katakan tidak akan berani dikatakan oleh manusia biasa yang waras.”

C.S. Lewis pun pernah menyatakan hal tersebut mengenai perkataan dan pengajaran Yesus. Ia menulis, “Di sini saya sedang berusaha untuk mencegah siapapun mengatakan hal yang benar-benar bodoh yang seringkali dikatakan orang tentang diri-Nya: “Saya siap menerima Yesus sebagai seorang guru moral yang agung, tetapi saya tidak menerima klaim-Nya bahwa Ia adalah Elohim.” Itu adalah sesuatu yang tidak seharusnya kita katakan. Jika ada seorang manusia biasa yang mengatakan hal-hal seperti yang Yesus katakan, orang itu tidak akan bisa menjadi seorang guru moral yang agung. Ia entah akan menjadi seorang yang sinting – yang setara dengan seorang yang mengatakan bahwa ia adalah telur yang ditim – atau sebaliknya, ia akan menjadi sang iblis dari neraka. Anda harus menentukan pilihan anda. Entah orang ini dulu dan sekarang adalah Putra Elohim atau orang gila dan bahkan lebih buruk lagi. Anda bisa membungkamnya sebagai orang yang bodoh, anda bisa meludahiNya dan membunuhNya sebagai roh jahat; atau anda bisa tersungkur di kaki-Nya dan menyebut-Nya Tuhan dan Elohim. Tetapi hendaklah kita tidak menciptakan omong kosong apapun yang merendahkan tentang keberadaan-Nya, bahwa Ia adalah seorang manusia yang agung. Ia tidak memberikan kemungkinan itu kepada kita. Ia tidak bermaksud demikian.” (Mere Christianity, Pionir Jaya, 2007, 87).

Dalam artikel berikutnya, saya akan menuliskan penjelasan tentang perkataan "I Am"-Nya Tuhan Yesus yang akan menegaskan bahwa Yesus Kristus bukanlah sekadar manusia biasa.

Minggu, 13 Mei 2012

MENJAWAB TUDUHAN (BAGIAN SATU)


Setelah dalam dua postingan sebelumnya saya menjelaskan mengenai pentingnya Apologetika dan mempelajari teologi, maka saya akan masuk ke dalam tema-tema apologetik dan teologis. Seperti telah saya jelaskan sebelumnya bahwa sejak dari mula kekristenan mendapat serangan yang tidak hanya berasal dari dalam tubuh kekristenan itu sendiri tapi juga berasal dari luar. Dalam sepuluh tahun terakhir saya melihat bahwa wilayah-wilayah yang dulu merupakan lumbung kekristenan menjadi wilayah-wilayah yang paling banyak angka beralihnya seorang Kristen menjadi pemeluk agama lain atau menyatakan diri tidak lagi mempercayai bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan hidup. Amerika Serikat dan Eropa Barat adalah contoh paling nyata mengenai kenyataan pahit tersebut. Tetapi di sini saya menegaskan bahwa apa yang saya tulis sebagai kenyataan pahit tersebut bukan karena saya melihat bahwa jumlah pemeluk Kristen semakin berkurang, atau dengan kata lain saya menilainya dari segi kuantitas. Tetapi adalah karena semakin banyaknya jiwa-jiwa yang terhilang dari hadapan Bapa.

Oleh karena itulah betapa pentingnya Apologetika dan penguatan pembelajaran Teologi di dalam gereja. Jemaat Kristen mula-mula bertumbuh kuat karena “... mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul...” (Kisah Para Rasul 2:42). Ketekunan tersebut membuat kualitas iman jemaat Kristen mula-mula menjadi tinggi. 200 tahun awal pertumbuhan kekristenan diwarnai berbagai penolakan bahkan penganiayaan terhadap jemaat mula-mula. Tidak hanya dari orang-orang Yahudi bahkan dari orang-orang kafir. Tetapi kekristenan bukannya habis malah semakin bertumbuh subur. Semakin dihambat malah semakin merambat. Saya yakin bahwa apa yang menjadi kekuatan jemaat mula-mula dalam menghadapi penganiayaan itu karena mereka mengenal dengan baik Junjungan Agung mereka, yaitu Tuhan Yesus, dan hal itu pastinya melalui sebuah proses pembelajaran yang tekun akan kredo iman Kristen.

Dalam postingan kali ini dan mungkin untuk selanjutnya, saya akan mencoba untuk mengambil dari sudut apologetika mengenai hal-hal yang biasa dilancarkan oleh orang-orang yang tidak menyukai kekristenan. Terlebih dahulu saya nyatakan bahwa di dalam artikel ini saya berhutang banyak kepada penulis-penulis buku kekristenan yang buku-bukunya saya baca, seperti Ajith Fernando, Cornelius Platinga, Jr., Charles Colson, C.S. Lewis, Craig A. Evans, John Piper, Joshua Harris, N.T. Wright, J.I. Packer, Jerry Bridges, Ravi Zacharias, dll. Tentu tidak lupa kepada Tuhan Yesus, sang Guru Agung, yang telah mewarisi Alkitab yang ditulis oleh orang-orang pilihan Tuhan yang dibimbing oleh Sang Hikmat Agung, Roh Kudus.

========================================================================

Tuduhan : Yesus tidak pernah berkata,“Akulah Tuhan, sembahlah Aku!” Oleh karena itu Yesus bukan Tuhan.

Jawab : Inilah pertanyaan yang sering diajukan oleh para penanya yang anti Kristen. Pertanyaan yang saya anggap lelucon menyenangkan.

Apa yang tidak diketahui oleh penanya tersebut adalah bahwa Yesus lahir dan besar di tengah-tengah kebudayaan Yahudi yang sangat mengerti dan meyakini bahwa hanya Tuhan-lah yang disembah dan apa atau siapa yang kepadanya diberikan sembah sujud berarti apa atau siapa tersebut adalah Tuhan.

Yang paling penting adalah Tuhan itu disembah bukan karena Ia menuntut kepada manusia untuk menyembah diriNya seakan-akan Tuhan itu seorang pribadi yang gila hormat dan haus penyembahan. Tuhan disembah karena kekudusan, kemuliaan dan kedahsyatan kuasaNya. Kualitas keilahian inilah yang membuat Tuhan dihormati, dipuja, ditakuti dan tentu saja disembah. Tuhan tetaplah Tuhan sekalipun tidak ada yang menyembah diriNya.

Di dalam Alkitab memang tidak ada satu kata pun keluar dari mulut Yesus menuntut orang-orang untuk menyembah diriNya. Tetapi terdapat bukti-bukti alkitabiah yang menunjukkan bahwa walaupun Yesus tidak pernah menuntut penyembahan atas diriNya, Ia tidak pernah melarang atau menolak orang-orang yang ada di sekitarnya untuk menyembahnya.

Matius 28:17 :
“Ketika melihat Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu.”

Markus 5:6
“Ketika ia melihat Yesus dari jauh, berlarilah ia mendapatkan-Nya lalu menyembah-Nya,”

Lukas 24:52
“Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka pulang ke Yerusalem dengan sangat
bersukacita.”

Yohanes 9:38
“Katanya: “Aku percaya, Tuhan!‟ Lalu ia sujud menyembah-Nya.

Di dalam Injil, kata Yunani untuk penyembahan adalah proskunesai dan prosekunesan yang mempunyai bentuk dasar proskuneo. Kata dasar proskuneo ini hanya dipakai untuk penyembahan kepada Elohim Bapa. Penyembahan ini tidak dapat diberikan kepada hal-hal lain. Tuhan sendiri dengan tegas menyatakannya di hadapan Musa dan seluruh bangsa Israel di gunung Sinai dan ditulis sendiri oleh Tuhan sebagai bagian dari Sepuluh Perintah Elohim :

Keluaran 20: 2 = “Akulah TUHAN, Elohimmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.”

20:3 = “Jangan ada padamu elohim lain di hadapanKu.”

20:5 = “Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya...”

Ratusan tahun sesudahnya, Tuhan yang sama dengan tegas menyatakannya kembali dalam kitab nabi Yesaya :

42:8 = “Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain atau kemasyhuran-Ku kepada patung.”

Yesus lahir dan besar dalam keluarga Yahudi. Ia pasti sangat tahu dan mengerti hukum penyembahan yang vital tersebut. Tetapi ternyata dengan jelas Yesus tidak pernah menolak atau melarang orang-orang datang untuk menyembah diriNya. Jika Yesus hanya seorang guru atau atau nabi, maka Yesus pasti dengan tegas dan lantang berkata : “Saya hanya guru atau nabi. Jangan menyembah Saya!” Yesus harus melakukan peringatan ini berulang-ulang bahwa melakukan penyembahan selain kepada Elohim merupakan dosa yang sangat serius. Tetapi faktanya adalah bahwa tidak ada satu dokumen pun yang menyatakan bahwa Yesus melakukan peringatan-peringatan tersebut. Empat kitab Injil menyatakan dengan tegas bahwa Yesus tidak pernah melarang atau menolak orang-orang menyembah diriNya