Minggu, 20 Mei 2012

Menjawab Tuduhan (Bagian kedua)

Tuduhan “Oke, empat kitab Injil memang menunjukkan bahwa Yesus tidak pernah menolak atau melarang orang-orang untuk datang menyembahNya. Tapi itu bukan berarti bahwa Yesus adalah Tuhan.”


JawabApabila kita membaca empat kitab Injil dengan seksama maka para penulis Injil-injil tersebut menegaskan keilahian Yesus.

Saya akan mencoba mengambil dari perspektif pengajaran dan perkataan Yesus sendiri. Dalam hal ini saya berhutang banyak kepada tulisan Ajith Fernando, penginjil sekaligus apologet Kristen berkebangsaan Srilanka, yang bersama-sama dengan istrinya memfokuskan pelayanannya kepada para penganut Buddhisme. Apa yang saya tuliskan berikut ini saya kutip dari bukunya yang luar biasa yang berjudul The Supremacy of Christ (Terjemahan Indonesia : Supremasi Kristus, Penerbit MomentumSurabaya, hal. 33-36, 2008).

Yesus berbicara dengan otoritas yang besar. Pada Matius 28:18, Yesus berkata :”KepadaKu telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi.” Pada kesempatan lain Yesus berkata,”Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataanKu tidak akan berlalu.” (Matius 24:35). Ajith mengutip perkataan R.T. France, “Setiap guru Yahudi memastikan pengajarannya terdokumentasi dengan sejumlah besar kutipan dari kitab suci dan nama-nama gurunya untuk menambah bobot pendapatnya; otoritasnya sendiri merupakan otoritas sekunder. Tetapi Yesus tidaklah demikian. Dia begitu saja mengabaikan hukum itu”. Yesus tidak berkata,”Kitab suci mengatakan...” atau “Rabi X menyatakan ....” Sebaliknya Yesus berkata, “ Aku berkata ....”

Pengajaran Yesus pada khotbah di bukit menunjukkan dengan lantang hal tersebut. Setelah mengajarkan pengajaran Ucapan Berbahagia, Yesus melanjutkannya dengan tema hukum Taurat. Dalam Matius 5:21-22, Yesus berkata, “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita : Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu : setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya : Kafir! Harus dihadapkan kepada Mahkamah Agama dan siapa yang berkata : jahil! Harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.”

Selanjutnya di dalam ayat-ayat berikutnya dalam pasal tersebut di atas terdapat 5 pernyataan sejenis yang mengikuti formula yang sama : “Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyan kita : ..... (kutipan dari Perjanjian Lama).” Dan kemudian diikuti oleh : “Tetapi aku berkata kepadamu : ...... (modifikasi terhadap prinsip Perjanjian Lama).”

Yesus mengklaim memiliki kuasa untuk mengampuni dosa. Saat Yesus mengampuni dosa seorang yang lumpuh (Markus 2:5) dan orang mempertanyakan hak-Nya melakukan itu (mengampuni dosa), Ia membuktikannya dengan melakukan mukjizat. “Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia mengampuni dosa. Kepadamu Kukatakan, bangunlah dan angkatlah tempat tidurmu dan pulang ke rumahmu! Dan orang itu pun bangun, segera mengangkat tempat tidurnya dan pergi ke luar di hadapan orang-orang itu....” –Markus 2:10-12

Dalam Injil Lukas, dikisahkan suatu ketika Yesus datang memenuhi undangan dari seorang Farisi untuk makan di rumahnya. Di kota tersebut ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Perempuan tersebut mengetahui bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi di kota itu. Ia pun mendatangi rumah tersebut dan membasuh kaki Yesus dengan air mata dan menyeka dengan rambutnya. Yesus yang melihat hal ini berkata kepada perempuan tersebut, “Dosamu telah diampuni.” (Lukas 7:36-50)

Yesus tidak hanya mengatakan, ”Ikutlah ajaranKu” – Dia berkata, ”Ikutlah Aku” dan menuntut ketaatan penuh. Dalam Matius 10:37-38, Yesus berkata,”Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripadaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripadaKu, ia tidak layak bagiKu. Barangsiapa tidak memikul salibNya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiKu (lihat juga dalam Lukas 14:26,27).

Yesus mengambil gelar yang diberikan bagi Elohim dalam Perjanjian Lama. Mazmur 27:1 berkata, “TUHAN adalah terangku dan keselamatanku.” (lihat juga dalam Yesaya 60:20). Yesus berkata, “Akulah terang dunia.” (Yohanes 8:12). Mazmur 23:1 berkata, “TUHAN adalah gembalaku” (lihat juga dalam Yehezkiel 34:15). Yesus berkata, “Akulah gembala yang baik” (Yohanes 10:11).

Yesus melihat diriNya layak menerima kehormatan yang hanya diberikan kepada Elohim. Yesaya 42:8 berkata, “Aku ini TUHAN, itulah namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain atau kemasyhuranKu kepada patung” (lihat juga Yesaya 48:11). Yesus berdoa, “Bapa, telah tiba saatnya; permuliakanlah Anak-Mu, supaya Anak-Mu mempermuliakan Engkau... Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia ada.” (Yohanes 17:1,5). Yesus berkata, “Bapa tidak menghakimi siapa pun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak, supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.” (Yohanes 5:22-23). Dalam Injil Matius, Yesus berkata juga, “Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.” (Matius 16:27).

Yesus menyatakan memiliki hubungan Bapa-Anak yang unik dengan Elohim. Ia menyebut diriNya Anak Elohim, dan menyebut Elohim “BapaKu”. Penyebutan “BapaKu” bukan cara yang biasa yang digunakan oleh orang Yahudi dalam memanggil Elohim. Mereka memang menyebut “Bapa kami”, walaupun dalam menggunakan kata “Bapaku” dalam doa, biasanya mereka memberi tambahan seperti “di dalam surga” untuk menghilangkan kesan kekeluargaan. Yesus tidak melakukan hal itu. Dalam kitab-kitab Injil, Yesus malah ingin menegaskan bahwa diriNya memiliki hubungan yang unik dengan Elohim yang tidak mungkin dimiliki manusia. Saat Yesus meredakan badai dan para murid menjadi tahu bahwa Dia bukan manusia biasa, mereka “menyembah Dia”. Mereka mencapai kesimpulan, “Sesungguhnya Engkau Anak Elohim.” (Matius 14:33).

Yesus menyatakan diri sebagai hakim atas umat manusia. Yesus berkata, “Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas tahta kemuliaanNya” (Matius 25:31). Dalam ayat 32-46, Yesus menjelaskan bagaimana Dia akan menghakimi bangsa-bangsa. Mengenai diriNya, Yesus berkata, “Ia (Bapa) telah memberikan kuasa kepadaNya untuk menghakimi, karena Ia adalah Anak Elohim” (Yohanes 5:27). Leon Morris, seorang ahli Perjanjian Baru, menyatakan, “Jika Yesus bukan Elohim, pernyataan ini sama sekali tidak berdasar.” Lebih lanjut Morris berkata, “Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menentukan nasib kekal sesamanya.” (The Lord from Heaven, Leicester dan Downers Grove, III : InterVarsity Press, 1974, 36).

Yesus menyatakan bahwa nasib kekal manusia tergantung pada hubungan mereka denganNya. Ia berkata, “Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya? Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Markus 8:35-37).

Yesus menyatakan bahwa Dia bisa memberikan kepada kita hal-hal yang hanya bisa diberikan oleh Elohim. Yesus berkata, “Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendakiNya (Yohanes 5:21; Yohanes 11:25). Dia berkata akan memberikan “mata air di dalam dirinya, yang terus menerus memancar sampai pada hidup yang kekal” (Yohanes 4:14). Dia berkata akan memberikan “Damai sejahteraKu” (Yohanes 14:27) dan “sukacitaKu” (Yohanes 15:11). Di dalam pernyataan “Akulah” dalam Injil Yohanes, kita menemukan Yesus berkata bahwa Ia akan memberikan roti kehidupan (Yohanes 6:35), terang kehidupan (Yohanes 8:12), dan topangan untuk menghasilkan buah (Yohanes 15:1-8). Yesus mengatakan bahwa Dia adalah pintu menuju keselamatan (Yohanes 10:7-9) dan jalan menuju keselamatan (Yohanes 14:6) dan hidup yang mengalahkan kematian (Yohanes 11:25,26).

Ajith Fernando dalam bukunya tersebut juga menyatakan, “Apa yang Yesus katakan tidak akan berani dikatakan oleh manusia biasa yang waras.”

C.S. Lewis pun pernah menyatakan hal tersebut mengenai perkataan dan pengajaran Yesus. Ia menulis, “Di sini saya sedang berusaha untuk mencegah siapapun mengatakan hal yang benar-benar bodoh yang seringkali dikatakan orang tentang diri-Nya: “Saya siap menerima Yesus sebagai seorang guru moral yang agung, tetapi saya tidak menerima klaim-Nya bahwa Ia adalah Elohim.” Itu adalah sesuatu yang tidak seharusnya kita katakan. Jika ada seorang manusia biasa yang mengatakan hal-hal seperti yang Yesus katakan, orang itu tidak akan bisa menjadi seorang guru moral yang agung. Ia entah akan menjadi seorang yang sinting – yang setara dengan seorang yang mengatakan bahwa ia adalah telur yang ditim – atau sebaliknya, ia akan menjadi sang iblis dari neraka. Anda harus menentukan pilihan anda. Entah orang ini dulu dan sekarang adalah Putra Elohim atau orang gila dan bahkan lebih buruk lagi. Anda bisa membungkamnya sebagai orang yang bodoh, anda bisa meludahiNya dan membunuhNya sebagai roh jahat; atau anda bisa tersungkur di kaki-Nya dan menyebut-Nya Tuhan dan Elohim. Tetapi hendaklah kita tidak menciptakan omong kosong apapun yang merendahkan tentang keberadaan-Nya, bahwa Ia adalah seorang manusia yang agung. Ia tidak memberikan kemungkinan itu kepada kita. Ia tidak bermaksud demikian.” (Mere Christianity, Pionir Jaya, 2007, 87).

Dalam artikel berikutnya, saya akan menuliskan penjelasan tentang perkataan "I Am"-Nya Tuhan Yesus yang akan menegaskan bahwa Yesus Kristus bukanlah sekadar manusia biasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar