Minggu, 15 April 2012

APOLOGETIKA BAGI KEMULIAAN TUHAN


Sudah lama saya ingin menuliskan tentang Apologetika. Tetapi karena satu dan lain hal baru saat ini saya bisa menuliskan topik mengenai Apologetika. Ada banyak alasan yang mendorong saya untuk menuliskan topik ini, di antaranya :

1.      Alasan alkitabiah.
Di dalam Alkitab banyak kisah mengenai bagaimana hamba-hamba Tuhan melakukan pembelaan terhadap kebenaran firman Tuhan. Nabi Elia berapologetika menentang kekuasaan yang bobrok dari raja Ahab dan ratu Izebel. Di dalam Perjanjian Baru, kisah-kisah heroik mengenai pembelaan terhadap firman Tuhan sering diceritakan. Para murid Yesus, Stefanus, Filipus, Paulus dan Barnabas, Apolos melakukan Apologetika, membela Injil di hadapan orang-orang. Bahkan Junjungan Agung kita, Yesus Kristus pun melakukan Apologetika pada saat Ia dicobai di padang gurun oleh iblis.

2.      Alasan teologis.
Saya merasakan saat ini serangan terhadap doktrin-doktrin Kekristenan mengalami ekskalasi yang sangat kuat. Doktrin yang paling sering diserang adalah mengenai Ketuhanan Yesus, keberadaan dosa dan reabilitas Alkitab. Tragisnya, serangan-serangan terhadap doktrin-doktrin Kekristenan tidak hanya dilakukan oleh para apologis dari agama-agama lain. Tetapi juga dilakukan oleh kalangan Kristen sendiri. Banyak pendeta yang mulai mengajarkan doktrin yang berlawanan dengan ortodoksi. Mereka terpengaruh dengan ajaran-ajaran Liberal kekristenan. Sebut saja Pendeta Anglikan Inggris, John Shelby Spong. Ia menentang semua hal yang terkait dengan doktrin-doktrin Kristen. Ia tidak meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan, ia menentang konsep keberadaan dosa manusia dalam Kristen, dan ia menentang reabilitas Alkitab.

3.      Alasan trend saat ini.
Saya akan mengutip tulisan dari apologis Kristen kenamaan Kristen saat ini, Ravi Zacharias, dalam bukunya yang berjudul Jesus Among Other Gods. Tulisan Dr. Ravi saya anggap tepat menggambarkan trend dunia saat ini tentang Kekristenan. Inilah kutipan dari tulisan dari Dr. Ravi, “Kita sedang hidup dalam suatu zaman di mana sensitivitas dapat meledak setiap saat dengan kata-kata yang menusuk. Secara filosofis, anda dapat mempercayai apa saja, selama anda tidak mengklaimnya sebagai kebenaran. Secara moral, anda dapat mempraktekkan apa saja, selama anda tidak mengklaimnya sebagai cara yang “lebih baik”. Secara religius, anda dapat menyakini apa saja, selama anda tidak melibatkan Kristus di dalamnya. Jika sebuah gagasan spiritual berasal dari timur, kekebalan kritis diberikan. Tetapi seorang jurnalis dapat memasuki sebuah gereja dan mengolok-olok segala pengajaran yang ada di dalamnya. Perlakuan berbeda diberikan kalau berhubungan dengan spiritualitas ketimuran, mereka tidak akan mengolok-olok gagasan spiritualitas tersebut. Inilah mood di akhir abad kedua puluh.”

Apologis Kristen lainnya, Charles “Chuck” Colson, menambahkan dalam bukunya yang berjudul The Faith, “Kita hidup di zaman ketika kaum Kristen serta peradaban yang dibangun dengan bantuannya sedang diserbu. Meninjau liputan pers selama beberapa tahun terakhir menjelaskan bahwa Kekristenan terhuyung-huyung akibat hantaman dan serbuan yang mungkin belum pernah dialaminya dari ateisme negatif... Kami telah memasuki era pasca-modern yang menolak ide tentang kebenaran. Kalau kebenaran tidak ada, maka klaim kekristenan bersifat menusuk hati dan bahkan fanatik terhadap orang lain. Toleransi secara keliru didefinisikan sebagai menaruh semua dalil di atas pijakan yang setara. Jutaan orang menyetujui (dan banyak orang kristen juga berada di dalam jutaan orang tersebut –penulis) doktrin semua-kepercayaan-sama-saja demi memperoleh kedudukan sosial yang lebih baik dalam budaya kami yang bebas nilai dan tidak boleh menyinggung siapa pun.”

Kedua kutipan tulisan dari dua apologis Kristen tersebut di atas memang menggambarkan situasi yang terjadi di dunia barat, Eropa dan Amerika Serikat. Tetapi saya menyadari bahwa trend tersebut sekarang sedang menjangkiti Indonesia. Atas nama kedamaian dan toleransi yang keliru, orang-orang Kristen diam saja ketika penganut agama lain menyerang doktrin-doktrin kekristenan.


Tetapi bukankah Firman Tuhan tidak perlu dibela karena Tuhan sendiri yang akan membela firmanNya?

Ya, benar bahwa Tuhan akan melaksanakan sendiri apa yang sudah difirmankanNya. Tetapi sebagai orang-orang yang telah diselamatkan oleh Yesus Kristus, kita mempunyai tanggung jawab untuk juga mewujudkan firman Tuhan itu dalam kehidupan. Saya menganalogikannya sebagai berikut. Pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah produk undang-undang dan setelah melalui berbagai proses legislasi di parlemen dan disetujui, maka UU itu berlaku bagi seluruh komponen bangsa Indonesia tanpa terkecuali. Artinya, rakyat Indonesia harus taat dan melaksanakan undang-undang tersebut. Elohim Bapa sudah menyampaikan kabar baik (Injil) melalui Yesus Kristus kepada manusia, maka bagi umat yang mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan Mesias, merupakan suatu tanggung jawab untuk melaksanakan kehendak Tuhan dan mengabarkannya kepada orang lain, termasuk melakukan pembelaan apabila ada serangan terhadap firman Tuhan.

Saya akan mencoba secara singkat menjelaskan apa itu Apologetika. Memang tidak mudah (karena saya pun sesungguhnya baru mempelajari hal ini), tetapi kerinduan saya untuk memuliakan Tuhan dan melihat bahwa banyak orang-orang Kristen yang awam mengenai hal ini mendorong saya untuk menuliskan tema ini. Untuk pemilihan judul dari artikel ini saya menggunakan judul yang sama dengan buku karya John M. Frame, Apologetics to the Glory of God : An Introduction (Apologetika bagi Kemuliaan Allah : Sebuah Pengantar, Penerbit Momentum-Surabaya, 2009). Tetapi dalam artikel saya memakai kata “Tuhan”. Tidak hanya itu, seluruh materi yang ada dalam artikel ini saya landaskan pada pemikiran John M. Frame dalam bukunya tersebut. Tuhan Yesus lah yang memampukan saya untuk menuliskan tema ini, jadi segala hormat, kemuliaan dan puji-pujian saya letakkan di bawah kakiNya.


Banyak orang Kristen yang masih asing dengan kata “Apologetika”. Orang Kristen lebih akrab dengan kata “Penginjilan”. Padahal sesungguhnya ada keterkaitan antara Apologetika dengan Penginjilan. Apologetika adalah bagian dari Penginjilan dan di dalam Penginjilan terdapat Apologetika.

Apakah apologetika itu? Pentingkah mempelajari apologetika?

Definisi Apologetika

Apologetika berasal dari kata Yunani, Apologia. John M. Frame mendefinisikan sebagai ilmu yang mengajar orang Kristen bagaimana memberi pertanggungan jawab tentang pengharapannya (Apologetika bagi Kemuliaan Allah : Sebuah Pengantar, Momentum-Surabaya, 2009). Dalam bukunya yang lain, Frame mendefinisikan Apologetika sebagai aplikasi Alkitab kepada mereka yang tidak percaya (The Doctrine of The Knowledge of God). Pendeta Budi Asali dalam artikelnya yang berjudul “Apologetics” mendefinisikan Apologetika sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara pembelaan iman Kristen terhadap serangan-serangan dari luar.

Ada kesalahpahaman dalam pemikiran mengenai Apologetika. Apologetika dianggap sebagai permintaan maaf atas sesuatu hal yang salah yang kita percaya dan ajarkan. Hal ini terkait dengan perkataan “permohonan maaf” dalam bahasa Inggris, yaitu “Apology” yang memang berasal dari kata Apologia. Jadi Apologetika bukan permohonan maaf tetapi adalah pembelaan atas sesuatu yang benar yang kita percaya dan ajarkan.

Biasanya yang menjadi dasar bagi Apologetika adalah 1 Petrus 3:15-16. Di dalam ayat tersebut Rasul Petrus menasihati : “tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka.”

Pertanggungan jawab dalam ayat di atas adalah dari kata Yunani, Apologia.

Aspek – aspek dalam Apologetika

John M. Frame membedakan 3 aspek dari Apologetika, yaitu :

1.  Apologetika sebagai pembuktian : menyampaikan sebuah dasar rasional bagi iman kepercayaan atau membuktikan kebenaran Kekristenan (Yohanes 14:11; 20:24-31; 1 Korintus 15:1-11). Apologetika adalah menghadapi ketidakpercayaan dalam diri orang percaya sebagaimana dalam diri orang yang tidak percaya.

2.   Apologetika sebagai pembelaan : menjawab keberatan-keberatan dari ketidakpercayaan. Tulisan-tulisan Rasul Paulus termasuk dalam kategori ini. Tuhan Yesus pun sering menangani keberatan-keberatan ini dari para pemimpin agama Yahudi dalam Injil Yohanes.

3.   Apologetika sebagai penyerangan : menyerang kebodohan dari pikiran yang tidak percaya. Tuhan tidak hanya memanggil umatNya untuk menjawab keberatan-keberatan dari mereka yang tidak percaya, tetapi juga melanjutkannya dengan serangan terhadap kepalsuan. Rasul Paulus dengan tepat menggambarkan situasi ini : “Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Elohim...” (2 Korintus 10:5).

Apabila dilakukan dengan benar maka berapologetika akan mencakup dari ketiga aspek seperti yang tersebut di atas.


Apa hubungan Apologetika dengan Penginjilan?

Apologetika dan Penginjilan adalah satu kesatuan. Keduanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu menarik orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus. Walaupun begitu kedua hal tersebut mempunyai perspektif dan penekanan yang berbeda. Penginjilan menekankan usaha dari perubahan Ilahi dalam kehidupan manusia, sedangkan apologetika menekankan aspek rasional dari keyakinan. Pendeta Budi Asali menyingkatnya dengan kalimat “pertanggungan jawab itu harus Alkitabiah dan logis”.


Apakah seluruh orang Kristen harus menjadi Apologis?

Saya sudah menganalogikan hal ini dalam paragraf-paragraf sebelumnya. Bahwa saya sebagai warga negara Indonesia wajib menaati dan melaksanakan segala bentuk aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang telah disetujui oleh parlemen. Hal yang sama juga harus dilakukan oleh orang-orang Kristen. Mereka harus menaati dan melaksanakan segala bentuk perintah yang sudah Elohim Bapa berikan melalui Yesus Kristus, dalam hal ini termasuk melakukan pemberitaan dan pembelaan Injil Tuhan. Amanat Agung dari Tuhan Yesus menegaskan hal tersebut, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20)


Apa yang menjadi tujuan dari Apologetika?

John M. Frame menuliskan, “Bagi orang percaya, apologetika memberi pemulihan keyakinan pada iman seperti apologetika menunjukkan dasar pemikiran dari Alkitab sendiri. Dasar pemikiran itu memberi orang percaya sebuah pondasi intelektual, sebuah dasar bagi iman dan bagi pengambilan keputusan yang bijaksana dalam kehidupan. Bagi orang yang tidak percaya, Tuhan dapat memakai pemikiran apologetika untuk menyingkirkan rasionalisasi, argumentasi-argumentasi yang melaluinya permasalahan menghalangi perubahan.”

Memang hanya Tuhan yang dapat mengubah hati seseorang melalui karya Roh Kudus. Tetapi secara normal, Roh Kudus bekerja melalui firman. Roh Kudus penting, tetapi pemberita Injil dan Apologis pun penting. Tugas dari Pemberita Injil dan Apologis lah yang menyampaikan firman. Dan itu adalah tugas dari semua orang Kristen yang sudah ditebus oleh Yesus Kristus di kayu salib.

Yudas 1:3 

Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus.

Selesai


Buku-buku terkait :

1. Apologetika bagi Kemuliaan Allah : Sebuah Pengantar, John M. Frame, Momentum-Surabaya, 2009;

2. Jesus Among Other Gods, Ravi Zacharias, Pionir Jaya, November 2009;

3. The Faith, Charles Colson, Pionir Jaya

2 komentar: