Sabtu, 07 April 2012

KEMATIAN YESUS KRISTUS ADALAH INTI DARI INJIL (Bagian Pertama)


Di dalam kisah tentang para pemimpin spiritualitas besar terdapat beberapa kesamaan di akhir kehidupan para pemimpin tersebut. Para murid atau pengikut pemimpin-pemimpin spiritualitas akan meratapi kematian pemimpin mereka tersebut. Apabila para murid atau pengikut membukukan kisah hidup pemimpin mereka, fokusnya adalah pada teladan dan ajaran dari sang pemimpin. Jarang ada yang menceritakan dengan detail kematian sang pemimpin tersebut.

Hal yang bertolak belakang kita dapati pada para penulis Injil dan murid-murid Yesus. Mereka memberikan penekanan yang luar biasa kepada kematian Yesus. Di dalam bukunya yang berjudul Why I Am A Christian (diterjemahkan dan diterbitkan oleh Pionir Jaya, cet ke-4, Februari 2010), teolog John Stott menyatakan, “.... ketika Injil ditulis, keempat penulis Injil mencurahkan sebagian besar pasal untuk minggu terakhir kehidupan Yesus di dunia. Injil Lukas seperempatnya, Matius dan Markus sekitar sepertiganya, dan Yohanes sebanyak setengahnya.”

Para rasul pun tidak ketinggalan. Petrus menyatakan, ”Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati di terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilurNya kamu telah sembuh.” (1 Petrus 2:24)

Paulus menyatakan, “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib(Filipi 2:8).

Yohanes menyatakan, “... yang telah mengutus anakNya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” (1 Yohanes 4:10).

Tetapi apakah semua itu hanyalah argumen atau interpretasi para murid tentang misi Yesus di dunia? Tidak. Yesus sendiri berulang kali memberitahukan penderitaan dan kematianNya kepada para murid.

Matius 16:21 = “Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-muridNya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem... lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.”

Markus 9:31 = “Yesus berkata kepada mereka : Anak Manusia akan diserahkan... dan mereka akan membunuh Dia...”

Lukas 18:33 = “dan mereka menyesah dan membunuh Dia...”


Pertanyaannya adalah mengapa Yesus mati?


Beberapa ahli menyatakan bahwa Yesus mati karena pengajaranNya sangat revolusioner sehingga mengganggu kepentingan pihak lain, dalam hal ini penguasa setempat. Ada yang menyatakan bahwa Yesus mati karena hasil konspirasi pemimpin-pemimpin agama Yahudi dengan otoritas Romawi. Singkat kata, Yesus mati sebagai martir atas sikap-sikapnya yang bertentangan dengan kepentingan penguasa.

Tetapi apakah hal itu benar? Tidak. Mereka mengabaikan fakta yang jelas tertulis dalam Alkitab. Yesus dengan sukarela mendatangi salibNya (baca = kematianNya). Yohanes 10:11 menyatakan, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.” Lebih lanjut dalam ayat ke - 17 dan 18, “... oleh karena Aku memberikan nyawaKu... Tidak seorang pun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri... dan berkuasa mengambilnya kembali.”


Pertanyaan lebih lanjut adalah mengapa Yesus dengan sukarela mendatangi kematianNya? Mengapa Ia menyerahkan nyawaNya untuk kita?


Untuk memenuhi tuntutan keadilan Elohim dan sekaligus menyatakan kasihNya kepada manusia.

Tetapi ada hal yang sangat bertolak belakang dari pernyataan di atas. Keadilan Tuhan menuntut penghukuman akan dosa-dosa manusia. Hal ini akan membuat Tuhan tidak berbelas kasih kepada umatNya. Padahal salah satu atribut kebesaran Tuhan adalah Kasih. Begitu juga kalau Tuhan mengampuni manusia yang berdosa tanpa ada penghukuman, kasihNya berarti adalah kasih yang murahan. Bahkan hukum dunia saja tidak akan melepaskan begitu saja orang yang melakukan pelanggaran hukum. Keadilan dan Kasih adalah atribut Elohim, artinya Ia tidak dapat berkontradiksi dengan atributnya tersebut. Elohim tidak bisa mengabaikan salah satu di antara keduanya. Keadilan dan Kasih akan selalu berjalan beriringan dalam setiap keputusan Tuhan.

Kematian Yesus di kayu salib-lah yang membuka dead-lock dari pernyataan di atas

Bagaimana hal itu dapat terjadi?

Sebelum kita sampai pada jawaban atas pertanyaan di atas, kita melihat dulu apa pandangan dunia tentang kematian Yesus.

Sepanjang segala abad, doktrin kematian Yesus mendapatkan pertentangan yang sangat keras dari banyak orang dan bahkan sistem agama tertentu. Heinrich Heine, kritikus kristen kenamaan, menyatakan dengan protes yang tegas bahwa : “Tuhan akan mengampuni saya karena itu adalah tugasNya!”

Hans Joachim Schoeps, penulis Yahudi, menolak berita salib Yesus : “Ini (berita Salib) merupakan suatu butir kepercayaan yang mustahil, yang mengurangi kedaulatan Tuhan dan keberadaanNya yang absolut...” (dikutip dalam Supremasi Kristus, Ajith Fernando, Pen. Momentum, cet ke-2, 2008. Artikel asli ada dalam The Jewish Christian Argument, Hans Joachim Schoeps, 1965).

Quran pun menolak kematian Yesus. Surah 4:156 (An Nisaa’) menyatakan : “dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami telah membunuh Al Masih, Isa (Yesus) putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan 'Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.”

Bahkan orang-orang dari kalangan Kristen sendiri pun menolak kematian Yesus. Rudolf Bultmann, menyatakan, “Bagaimana bisa kesalahan seseorang ditebus oleh kematian seorang lain yang tidak berdosa? Ini adalah suatu mitologi yang primitif....” (dikutip dalam buku Ajith Fernando, Supremasi Kristus, Pen. Momentum, cet ke-2, 2008. Artikel asli ada dalam “The New Testament and Mythology”)


Jadi apa jawaban kita terhadap berbagai pandangan tersebut?


Ada dua jawaban :

Pertama, kita tidak benar-benar mempertimbangkan Kekudusan Tuhan.

Kedua, kita tidak memperhitungkan betapa seriusnya dosa itu (“Why God Became Man”, Anselmus, Uskup Agung Canterbury abad ke-11)

Saya akan membahas kedua jawaban itu dalam artikel berikutnya....

*NYOK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar