Seperti yang telah saya jelaskan dalam bagian pertama tulisan saya. Alam pikiran
kita tentang perayaan natal terbentuk melalui sebuah konsep perayaan yang
damai, manis dan hangat. Natal adalah perayaan yang penuh dengan keceriaan dan
kebahagiaan. "Perayaan natal saat ini sangat jauh dari aroma skandal" tulis
Yancey. Kita bahkan mungkin lupa bahwa kelahiran di kandang di kota Betlehem
kelak akan sampai pada episode klimaks yang tragis di Golgota.
Dalam Injil Lukas, Simeon, seorang yang saleh dan benar di hadapan
Tuhan, dengan jelas dapat melihat maksud Tuhan melalui kelahiran Yesus. "Sesungguhnya
Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel
dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan.” Simeon mendahului
nubuatannya dengan sebuah perkataan yang indah dan penuh pengharapan, tetapi
kalimat terakhir dari nubuatan tersebut jelas menunjukkan bahwa tidak akan lama lagi
akan terjadi konflik besar dalam kehidupan Yesus. Sebuah kekuatan baru telah
datang untuk meruntuhkan kekuasaan dunia.
Saya
suka dengan penggambaran C.S. Lewis dalam Mere Christianity tentang kelahiran
Yesus (saya sarankan kepada anda yang ingin mempelajari iman Kristen yang
disajikan dalam bentuk ilmiah agar membeli dan membaca buku terkenal tsb) .
Lewis menulis, “Kekristenan adalah kisah tentang bagaimana sang Raja yang benar
telah turun ke dalam dunia, Anda bisa mengatakan bahwa Ia telah turun dalam
penyamaran, dan sedang memanggil kita semua untuk mengambil bagian dalam
kampanye besar sabotase.”
Yesus
lahir pada masa kekuasaan Kaisar Augustus. Nama aslinya adalah Octavius. Ia
adalah keponakan Julius Caesar, orang yang membangkitkan kembali pemerintahan
monarki tetapi pada akhirnya mati terbunuh dalam sebuah plot. Pada mulanya
banyak yang meragukan akan kemampuan Octavius. Tetapi dengan cerdik ia membangun
aliansi dengan Markus Antonius. Aliansi ini berhasil memburu dan menghancurkan
kelompok yang mendalangi pembunuhan Caesar. Imperium Romawi terbagi dua,
Octavius memerintah Roma dan Eropa, Markus Antonius memerintah jajahan Roma di
asia, dengan mengambil kedudukan di Mesir. Segera kemudian timbul perselisihan
di antara mereka. Cleopatra, Ratu jelita Mesir memanfaatkan hal tersebut dan
berhasil membujuk Markus Antonius untuk melawan Octavius. Peperangan besar pun
terjadi. Tetapi armada Roma di bawah pimpinan Octavius berhasil mengalahkan
Markus Antonius. Cleopatra dan Markus Antonius pun memilih bunuh diri. Octavius
pun menguasa dunia dan diangkat sebagai kaisar Romawi dengan nama baru Augustus
Caesar.
Pemerintahan
Augustus dijalankan dengan cerdik yang membuat roda pemerintahan pun berjalan
dengan stabil. Kekaisaran mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa Augustus
adalah dewa dan melaksanakan ritual penyembahan. Harapan masyarakat dunia akan
pemerintahan yang damai dan stabil tampaknya akan segera tercapai. Uniknya,
kata gospel sendiri sebenarnya adalah kampanye pemerintahan Augustus.
Pemerintahan yang diharapkan akan berlangsung abadi. Inilah gospel atau kabar
baik menurut versi Augustus Caesar.
Tepat
pada masa inilah, di sebuah sudut terpencil dan kumuh dalam kekaisaran Augustus,
lahirlah seorang bayi yang bernama Yesus. Para pencatat sejarah melewatkan
peristiwa ini. Kita hanya mengetahuinya dari empat kitab Injil yang ditulis
puluhan tahun setelah kenaikanNya ke Surga. Para penulis keempat Injil meminjam
kata gospel untuk memberitakan sebuah pemerintahan dunia baru yang berbeda
dengan pemerintahan dunia. Para penulis biografi mula-mula Yesus ini menyebut
Augustus hanya sebagai referensi untuk menyatakan tanggal sensus yang
memastikan Yesus lahir di Betlehem. Kenapa harus Betlehem? Karena nubuatan
nabi-lah yang menyebutkan bahwa Mesias akan lahir di kota Daud, Betlehem (Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai
yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku
seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala,
sejak dahulu kala. ~Mikha 5:1)
Kembali
kepada tujuan penulisan artikel ini, bahwa kita mewarisi tradisi natal seperti
yang telah saya sebutkan pada tulisan saya sebelumnya. Sebuah natal yang damai
dan hangat. Dalam Injil kita akan melihat kontradiksi dari tradisi yang selama
ini kita pegang.
Dalam
tulisan terdahulu, saya menuliskan bahwa kehamilan Maria adalah kehamilan yang
tidak wajar dalam komunitas Yahudi. Maria belum mempunyai suami sah. Ia hanya
baru bertunangan dengan Yusuf. Bahkan Yusuf pun ingin memutuskan pertunangan
tersebut tetapi akhirnya tidak jadi karena malaikat Tuhan mendatangi Yusuf
dalam mimpi untuk menjelaskan kehamilan Maria. Maria sendiri akhirnya harus
“hijrah” ke rumah salah satu familinya di sebuah kota di Yehuda, rumah Zakharia
dan Elizabeth yang ternyata baru saja mengalami mukjizat besar. Mukjizat yang
dialami oleh Elizabeth membawa berkat dan kehormatan bagi keluarganya,
sedangkan Maria harus menutup rapat-rapat mukjizat yang dialaminya. Hal ini
terus berlanjut dalam kisah hidup Yesus sendiri. Yesus banyak melakukan
mukjizat di mana orang-orang yang mendapat mukjizat tersebut memperoleh
kesembuhan fisik dan pengampunan, tetapi Ia sendiri dituduh melakukan penipuan,
praktek sihir, pelanggaran hukum Taurat, bahkan dituduh melakukan kerjasama
dengan iblis untuk melakukan mukjizat-mukjizat tersebut. Dalam hukum Yahudi,
tuduhan-tuduhan itu cukup untuk membuat Yesus mendapat vonis dirajam hingga
mati. Kita dapat melihat bahwa tradisi Natal yang kudus dan suci yang selama
ini kita ketahui ternyata tidak dialami oleh Maria, Yusuf dan tentu saja Yesus
yang masih dalam rahim Maria. Janin Yesus yang sejatinya dikandung melalui Roh
Kudus adalah sebuah skandal kesucian bagi komunitasnya.
Menjadi
pelarian dan pengungsi!
Dalam
Injil Lukas pasal 2:1, Kaisar Agustus memerintahkan untuk melakukan pendaftaran
seluruh orang di wilayah kekuasaan Romawi, dalam hal ini termasuk wilayah
bangsa Israel. Mengenai sensus ini, bangsa Israel punya pengalaman pahit. Hal
ini terjadi pada masa akhir kekuasaan Daud sebagai Raja Israel (2 Samuel
24:1-17) . Ketika itu, Daud mengadakan sensus bagi seluruh rakyat kerajaan
Israel. Tetapi akhirnya Daud sadar bahwa apa yang ia lakukan salah. Firman
Tuhan datang melalui nabi Gad, pelihat Daud. Tuhan memberikan tiga pilihan
kepada Daud. Raja Israel itu pun memilih untuk menyandarkan sepenuhnya kepada
pilihan Tuhan. Maka Tuhan mendatangkan penyakit sampar kepada seluruh orang
Israel dan tewaslah sekitar 70 ribu orang Israel. Pengalaman masa lalu yang pahit
ini membuat orang Israel semakin membenci penguasa Romawi yang mengeluarkan
kebijakan sensus.
Maklumat
sensus ini membuat orang-orang Israel harus kembali ke tempat kelahiran mereka.
Yusuf pun kembali ke tanah leluhurnya di Betlehem bersama Maria dan Yesus yang
ada dalam rahim Maria. Bukan perjalanan yang mudah tentunya bagi Yusuf dan
Maria yang saat itu sedang hamil besar. Sebuah film yang berjudul Nativity Story dengan jelas menggambarkan perjalanan Yusuf dan Maria ke Betlehem adalah
sebuah perjalanan yang tidak mudah. Jarak antara Nazaret dan Betlehem sangat
jauh. Yusuf dan Maria harus melewati jalanan yang tidak ramah. Kondisi jalanan
saat itu tidak seperti sekarang. Rute Nazaret menuju Betlehem adalah rute yang
berbahaya. Perbukitan bebatuan, gerombolan pemberontak Yahudi dan perampok
berkeliaran di rute jalan tersebut. Tetapi Injil menceritakan bahwa Yusuf dan
Maria sampai juga di Betlehem. Maria pun tiba pada masa untuk melahirkan. Yusuf
pun mencari tempat penginapan tetapi tidak berhasil. Akhirnya hanyalah sebuah
kandang yang tersedia sebagai tempat Maria untuk melahirkan. Sang Bayi yang
baru dilahirkan hanyalah diletakkan dalam sebuah palungan, tempat menaruh
jerami untuk makanan hewan. Sang Penguasa Alam Semesta, pencipta langit dan bumi,
terbaring dalam sebuah tempat yang jauh dari kata layak. Saya membayangkan dan
jujur saja, saya merinding untuk membayangkannya, bahwa Sang Penguasa tersebut
bahkan harus bersusah payah untuk belajar menggunakan paru-parunya untuk bernapas.
Sementara
itu di Yerusalem, Raja Herodes Agung kedatangan tiga orang Majus dari timur.
Orang-orang Majus itu bermaksud untuk datang menyembah raja Yahudi yang baru
lahir. Herodes dan seluruh pegawai istananya terkejut. Siapa raja Yahudi yang
baru dilahirkan tersebut? Herodes mengumpulkan para imam dan ahli Taurat dan
menanyakan di mana Mesias akan dilahirkan. Mereka menyampaikan sebuah nubuatan
dalam kitab Mikha yang menyatakan bahwa Mesias akan dilahirkan di kota Daud,
Betlehem. Maka pergilah tiga orang Majus itu ke Betlehem. Sementara itu,
Herodes yang khawatir akan nubuatan itu memerintahkan kepala pasukannya untuk
melakukan tugas penting. Herodes demi mengamankan kekuasaannya dan stabilitas
kerajaan memilih untuk membunuh bayi-bayi di Betlehem. Peran yang pernah
dilakukan oleh Firaun kembali dilakukan oleh Herodes ribuan tahun kemudian.
Malaikat
Tuhan mendatangi Yusuf dalam mimpi menyuruhnya untuk segera menyingkir dari
Betlehem menuju Mesir. Garry Wills dalam bukunya yang berjudul What Jesus Meant, menuliskan : “Lengkaplah kehidupan (Yesus) yang tercerabut dari keadaan
dan lingkungan normal. Yesus tidak hanya lahir sebagai orang yang tertindas,
diusir dari kota tempat tinggal orangtua-Nya dan tidak diterima di penginapan
umum, sekarang sosok yang tertindas, yang tidak memiliki rumah, yang tidak
diterima itu pun harus menjadi buronan, terusir semakin jauh dari sanak
keluarga, kenyamanan, ke pembuangan yang mengingatkan kembali akan penjajahan
dan pengembaraan bangsa Yahudi.” Phillip Yancey menyatakan, “Yesus Kristus
memasuki dunia di tengah pergolakan dan teror, dan menghabiskan masa bayi-Nya
dengan bersembunyi di Mesir sebagai pengungsi.” Bertahun-tahun kemudian ketika
Yesus dalam pelayanannya dalam dunia mengatakan, “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi
Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya” (Luk. 9:58).
Malam kelahiran Yesus bukanlah malam yang damai
dan hangat. Pada malam itu, “Dengar! Di Rama terdengar ratapan, tangisan yang pahit pedih: Rahel
menangisi anak-anaknya, ia tidak mau dihibur karena anak-anaknya, sebab mereka
tidak ada lagi.” (Yeremia 31:15)
~ bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar