Senin, 20 Juli 2009

An Hour To Live, An Hour To Love

Ya, akhirnya ngeblog lagi setelah sekian lama vakum... :D

Sebelumnya mau mengucapkan turut berduka cita bagi seluruh korban, baik yang meninggal maupun yang terluka akibat bom yang meledak di dua hotel internasional, Ritz Carlton dan JW. Marriott pada hari Jumat, 17 Juli 2009. Bagi keluarga korban agar diberikan ketabahan dan kekuatan dalam menghadapi permasalahan ini. Tuhan Yesus memberkati...

Oke, gw ga mau ngebahas peristiwa pemboman tersebut. Kita serahkan semuanya kepada pihak berwenang untuk menuntaskan permasalahan tersebut. Bagi gw sudah cukup kita mendoakan agar para teroris laknat tersebut sadar dari kesalahan2 mereka. Camkan!!! mereka, teroris laknat tersebut, tidak akan pernah sadar. Mulai sekarang kita harus mendoakan agar pihak kepolisian dan jajaran terkait dapat bekerja dengan baik dan segera menuntaskan masalah ini. Kita harus mendoakan juga agar para teroris tersebut segera tertangkap dan semua jaringan teroris dapat dilacak dan dihancurkan.

Nah, entah ada hubungannya atau tidak, terkait dengan peristiwa pemboman jumat kemarin, pada hari kamisnya gw beli sebuah buku yang ga terlalu tebal tapi menurut gw inspiratif bgt. Judul bukunya : An Hour To Live, An Hour To Love, Bingkisan Cinta bagi Orang Tersayang (Richard Carlson & Kristine Carlson). Sebenarnya bukan buku seh. Isinya adalah sebuah surat yang ditulis oleh Richard Carlson untuk istrinya, Kristine Carlson tepat pada ulang tahun pernikahan mereka yang ke-18. Surat yang tidak hanya berkesan buat Kristine tp juga tidak langsung merupakan pertanda dari Richard Carlson bahwa dirinya tidak akan lama lagi akan meninggalkan dunia ini utk selamanya.

Richard Carlson, penulis buku inspiratif, Don't Sweat the Small Stuff, mendadak meninggal di usianya yang baru 45 tahun pada bulan Desember 2006. Kejadian tersebut mengejutkan para penggemarnya. Tetapi yang paling kehilangan tentu saja sang istri tercinta, Kristine Carlson. Di saat2, yang menurut Kristine adalah saat2 tergelap dalam kehidupannya, Kristine membaca2 lagi surat2 cinta Richard untuknya selama 25 tahun kebersamaan mereka.

Ada satu surat yang setelah dibaca oleh Kristine ternyata begitu mengena di hatinya. Bahkan ia menganggap bahwa surat Richard tersebut adalah hadiah terindah yang pernah diterimanya dari sang suami. Surat tersebut berjudul An Hour To Live : Siapa yang akan Kau telpon, dan mengapa kau menunggu? Sebagian besar isi surat tersebut didasarkan dari sebuah kutipan yang disukai oleh Richard. Kutipan dari seorang Stephen Levine, "Jika kau hanya bisa hidup satu jam lagi dan kau hanya bisa menelpon satu kali, siapa yang akan kau telpon, apa yang akan kau katakan... dan mengapa kau menunggu?" Dari kutipan tersebut, Richard menulis surat dan menurut saya sekalian adalah sebuah testimoni/wasiat seorang Richard untuk keluarganya. Surat tersebut sendiri terbagi dalam 3 bagian, yakni, Siapa Yang Akan Kau Telpon, Apa yang akan kau katakan dan terakhir adalah Mengapa Harus Menunggu? Ketika saya membacanya, hati saya benar2 diusik akan kualitas kehidupan saya selama ini. Pada intinya, Richard melalui suratnya tersebut mengingatkan kita utk menjalani kehidupan ini dengan sebaik2nya karena kita ga pernah tau kapan kita meninggalkan dunia utk selama2nya.. Jalani kehidupan hari ini seakan2 hidup kita hanya tinggal 1 jam lagi.

Kejadian pemboman jumat kemarin bnar2 membuat mata kita semakin terbuka, bahwa begitu murahnya nyawa seseorang. Hanya dalam hitungan detik, tercabut 9 nyawa anak manusia dan puluhan lainnya terluka. Mungkin bagi yang luka2 masih ada kesempatan untuk bs berkumpul lagi dengan keluarganya tetapi bagi korban yang meninggal tidak ada kesempatan lagi. Membaca surat Richard akan membuka mata hati dan pikiran kita. Sudah sejauh mana hubungan kita dengan keluarga kita, saudara2, teman, dll? Apakah kita sudah menjalani suatu hubungan yang harmonis atau belum? dan yang lebih terpenting jika kau tahu bahwa hidupmu hanya tinggal satu jam lagi dengan siapa kau akan menghabiskan waktu?? Perkataan Richard Carlson dalam suratnya tersebut mungkin bs menjadi bahan pencerahan utk kita. Richard menuliskan, "Sekarang sudah hampir waktunya bagiku mengucapkan selamat tinggal, dan aku tahu dalam hati ini bukan utk selamanya. Aku tahu aku akan melihatmu lagi-entah kapan, dengan cara tertentu, di suatu tempat, dalam bentuk tertentu. Aku ingin menghabiskan sisa waktu kita dalam keheningan bersamamu, mendengarkan derai hujan dan gemertak kayu perapian. Aku ingin memelukmu erat utk terakhir kali. Jika diberi kesempatan mengulangi kehidupanku, aku akan menghabiskan jauh lebih banyak waktu dengan memeluk orang2, khususnya kau dan anak2 kita, Terima kasih Kris. Terima kasih telah menjadi dirimu. Aku mencintaimu."

Sebagai penutup saya akan mengutip kembali perkataan Richard, "Kau akan paling diingat bukan karena prestasimu dalam kehidupan, tp dari seberapa baik kau hidup dan seberapa banyak cinta yang kaubawa dalam hatimu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar