“Maukah anda menyerahkan nyawa untuk suatu perkara yang tidak Anda
pahami sepenuhnya? Maukah Anda berusaha meyakinkan orang lain untuk bergabung
dengan Anda dalam tindakan itu? Tidak, saya juga tidak mau.”
Pernyataan di atas saya kutip dari kata pendahuluan buku terakhir yang
ditulis (alm) Charles Colson, The Faith. Colson menjelaskan bahwa, “kebanyakan
orang yang mengaku Kristen tidak tahu apa yang mereka percayai, dan karenanya
tidak dapat memahami atau membela iman Kristen-apalagi hidup di dalamnya.” Hal
tersebut membuat pengajaran-pengajaran yang disampaikan kepada orang yang tidak
percaya tidak menggambarkan kekristenan sejati.
Saya yakin dalam hal ini Colson tidak berdiri sendirian. Ada banyak
orang-orang seperti Colson yang merasa bahwa banyak orang yang mengaku Kristen
bahkan tidak tahu doktrin-doktrin asali kekristenan, seperti doktrin tentang
Elohim, Yesus Kristus, Roh Kudus, Gereja, dan lain-lain. Jangankan berdiskusi
tentang doktrin-doktrin tersebut, orang-orang yang mengaku Kristen bahkan tidak
tahu atau lupa siapa tokoh-tokoh dalam Alkitab atau peristiwa tertentu dalam
Alkitab.
Luke Timothy Johnson, seorang ahli Perjanjian Baru mengamati :
“Umumnya orang Amerika memiliki pengetahuan Alkitab yang sangat
dangkal. Dalam dunia di mana kebanyakan orang hampir tidak mengenal isi
Alkitab, jika media menampilkan tajuk utama yang memberitakan bahwa fakta
tertentu tentang Yesus telah dibuktikan secara tidak benar melalui penelitian
yang kelihatannya ilmiah, berita itu seperti kedengaran seperti injil.
Kebanyakan orang tidak mempunyai dasar untuk membantah pernyataan-pernyataan
yang kedengarannya berwibawa itu.” (dikutip dari kata pendahuluan buku :
Reinventing Jesus, Perkantas – Divisi Literatur, Cetakan ke-1, 2011)
Tidak hanya di Amerika Serikat, saya melihat bahwa gejala
ketidakmelekan Alkitab sedang tumbuh subur di dalam gereja. Banyak jemaat yang
ternyata sangat dangkal pemahaman Alkitabnya. Mereka menganggap bahwa mereka
hanya cukup mendengar apa yang pendeta atau pastor mereka khotbahkan tapi tidak
mencoba untuk mengambil waktu untuk merenungkan atau mempelajari apakah khotbah
yang diucapkan oleh pendeta atau pastur itu Alkitabiah atau tidak. Saya tidak
mencoba untuk membangun suatu opini bahwa kita harus menghakimi pendeta atau
pastur atas khotbah yang mereka sampaikan. Tapi saya mencoba untuk mendorong
jemaat-jemaat Kristen untuk juga dapat berpikir agar tidak terjebak dan jatuh
dalam pengajaran yang salah. Saya tidak menuduh seluruh gereja, karena saya
masih melihat banyak gereja yang mengutamakan pendalaman Alkitab dalam mengajar
jemaat.
Para Pendeta pun tidak lepas dari masalah ini. Sebagai orang-orang
yang mempunyai pengetahuan lebih tentang kekristenan sudah seharusnya mereka
membimbing jemaat Tuhan dalam kebenaran. Tapi saat ini para pendeta lebih suka
memikirkan bagaimana untuk menyenangkan telinga jemaat Tuhan daripada
memikirkan sebuah khotbah untuk kemuliaan Tuhan. Para pendeta dan penginjil
lebih takut kehilangan jemaat di gerejanya ketimbang takut dengan penghukuman
Tuhan. Para pendeta tidak lagi berkhotbah dengan cara menekankan pembelajaran
Alkitab karena takut khotbah mereka akan menjadi lama dan membosankan di
hadapan jemaat. Hasilnya adalah jemaat-jemaat Tuhan yang instan dan tidak berakar
dalam kebenaran Firman Tuhan.
Hal ini semakin menyulitkan pemberitaan Injil bagi umat manusia.
Kekristenan sudah sejak lama diserang oleh pengajaran-pengajaran liberal dan
ateisme, kini ditambah lagi dengan gejala ketidakmelekan Alkitab dan malasnya
orang-orang Kristen untuk mempelajari secara mendalam kekristenan. Tidak sampai
di situ, perkembangan agama Islam yang meningkat drastis dan hidupnya kembali agama-agama ketimuran dalam jubah agama zaman baru (new age) semakin
melimbungkan kekristenan. Eropa dan Amerika Serikat yang dulu dikenal sebagai
markas kekristenan, saat ini harus ditinjau ulang lagi. Saat ini lebih mudah
untuk memberitakan tentang Islam dan agama-agama ketimuran di dua benua
tersebut ketimbang memberitakan Injil.
“...kebanyakan orang Kristen tidak memahami apa yang mereka percayai,
mengapa mereka mempercayainya, dan mengapa hal itu penting. Bagaimana mungkin
kekristenan yang tidak dipahami dapat dipraktikan?” ~ The Faith, Charles
Colson.
Sekali lagi pernyataan (alm) Colson menohok apa yang kita yakini
selama ini. Kita merasa bahwa kita sudah memahami kekristenan. Tapi kalau mau
jujur, tingkat pengetahuan kita akan kekristenan hanyalah sampai pada tingkat
kulit semata. Banyak orang-orang Kristen adalah berasal dari Kristen tradisi,
hanya karena orang tua mereka adalah orang Kristen. Atau sebatas pada Kristen
emosionalisme, hanya berdasar pada perasaan tertentu. Kenapa saya berani
berkata seperti itu? Karena saya telah mengalami hal-hal seperti itu dalam
kehidupan saya, hidup dalam pasir kekristenan palsu.
Saya cukup banyak melihat orang-orang Kristen yang tidak memiliki
wawasan yang benar tentang teologi. Kita telah bertumbuh dalam suatu keyakinan
bahwa budaya dan tradisi adalah penentu dan pembentuk diri kita. Kita lebih
tahan dan bahkan menyukai untuk duduk lama menyaksikan pagelaran mode,
pertandingan olahraga, pagelaran musik dan lain-lain ketimbang duduk tenang
mendengarkan khotbah atau mempelajari Alkitab. Kita hidup dalam kekristenan
tampilan luar, terlihat relijius di luar tapi di dalamnya keropos.
“Iman kita bukanlah sekedar pengalaman mistis, kondisi pikiran
tertentu atau suatu konsep pada selembar kertas kosong. Teologi, doktrin dan
ortodoksi itu penting karena Tuhan itu riil, dan Ia telah bertindak di dalam
dunia kita, dan tindakan-tindakanNya itu mempunyai makna pada hari ini, juga
bagi segala masa.” ~ Joshua Harris, pendeta dan penulis buku Dug, Down, Deep.
Bagi banyak orang kata-kata seperti teologi, doktrin dan ortodoksi
mungkin sangat asing atau terasa sangat membosankan. Kebanyakan mungkin akan
mengkaitkannya dengan para Bapa Gereja Mula-mula atau kepada suatu perdebatan
yang alot dan bahkan keras. Saya juga pernah berpikir demikian. Saya menganggap
bahwa lebih baik saya mengaplikasikan firman Tuhan dalam kehidupan. Buat apa
cape-cape mempelajari teologi, doktrin atau ortodoksi kalau itu cuma hanya jadi
pengetahuan belaka. Pandangan ini hanya setengah kebenarannya. Memang benar
bahwa Tuhan lebih suka kita menaati firmanNya dan melaksanakannya dalam
kehidupan sehari-hari. Tapi pertanyaannya adalah apakah kita sudah benar dalam
menaati firman Tuhan tersebut. Disinilah teologi, doktrin dan ortodoksi
berbicara lebih banyak. Agar kita tidak tergelincir dalam pemahaman yang salah
tentang firman Tuhan maka sangatlah penting untuk mempelajari teologi, doktrin
dan ortodoksi.
Di dalam tulisan ini saya ingin berbagi bahwa mempelajari teologi,
doktrin dan ortodoksi bukan hanya menjadi tugas pendeta dan penginjil, tetapi
bagi orang-orang yang rindu memandang Tuhan yang lebih besar dan lebih mulia
dari yang dapat dibayangkan pikiran manusia. Saya sedikit demi sedikit sudah
mengusahakan setiap harinya untuk mempelajari Alkitab, membaca buku-buku
teologis untuk membantu pemahaman saya tentang Firman Tuhan. Hasilnya adalah
bahwa apa yang saya anggap dulu adalah suatu yang tidak bermanfaat ternyata
sangat mengubah kehidupan saya di dalam berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Kuasa. Selain itu, mempelajari teologi, doktrin dan ortodoksi membuat kita
dapat berbuat lebih jauh, yaitu membela keyakinan iman Kristen di hadapan para
penyerangnya, yakni Ateisme, liberalisme, dan agama-agama lainnya.
Selamat berteologi!
“Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis....
Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul...”
~ Kisah Para Rasul 2:41, 42.
“Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita,
engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam
soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama
ini. Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu
beribadah..... Sementara itu sampai aku datang bertekunlah dalam membaca
kitab-kitab suci, dalam membangun dan dalam mengajar... Awasilah dirimu sendiri
dan awasilah pengajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat
demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar
engkau.”
~ 1 Timotius 4:6, 13 dan 16.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar