Setelah dalam dua postingan sebelumnya saya menjelaskan mengenai
pentingnya Apologetika dan mempelajari teologi, maka saya akan masuk ke dalam
tema-tema apologetik dan teologis. Seperti telah saya jelaskan sebelumnya bahwa
sejak dari mula kekristenan mendapat serangan yang tidak hanya berasal dari
dalam tubuh kekristenan itu sendiri tapi juga berasal dari luar. Dalam sepuluh
tahun terakhir saya melihat bahwa wilayah-wilayah yang dulu merupakan lumbung
kekristenan menjadi wilayah-wilayah yang paling banyak angka beralihnya seorang
Kristen menjadi pemeluk agama lain atau menyatakan diri tidak lagi mempercayai
bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan hidup. Amerika
Serikat dan Eropa Barat adalah contoh paling nyata mengenai kenyataan pahit
tersebut. Tetapi di sini saya menegaskan bahwa apa yang saya tulis sebagai
kenyataan pahit tersebut bukan karena saya melihat bahwa jumlah pemeluk Kristen
semakin berkurang, atau dengan kata lain saya menilainya dari segi kuantitas.
Tetapi adalah karena semakin banyaknya jiwa-jiwa yang terhilang dari hadapan
Bapa.
Oleh karena itulah betapa pentingnya Apologetika dan penguatan
pembelajaran Teologi di dalam gereja. Jemaat Kristen mula-mula bertumbuh kuat
karena “... mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul...” (Kisah Para Rasul
2:42). Ketekunan tersebut membuat kualitas iman jemaat Kristen mula-mula
menjadi tinggi. 200 tahun awal pertumbuhan kekristenan diwarnai berbagai
penolakan bahkan penganiayaan terhadap jemaat mula-mula. Tidak hanya dari
orang-orang Yahudi bahkan dari orang-orang kafir. Tetapi kekristenan bukannya
habis malah semakin bertumbuh subur. Semakin dihambat malah semakin merambat.
Saya yakin bahwa apa yang menjadi kekuatan jemaat mula-mula dalam menghadapi
penganiayaan itu karena mereka mengenal dengan baik Junjungan Agung mereka,
yaitu Tuhan Yesus, dan hal itu pastinya melalui sebuah proses pembelajaran yang
tekun akan kredo iman Kristen.
Dalam postingan kali ini dan mungkin untuk selanjutnya, saya akan
mencoba untuk mengambil dari sudut apologetika mengenai hal-hal yang biasa
dilancarkan oleh orang-orang yang tidak menyukai kekristenan. Terlebih dahulu
saya nyatakan bahwa di dalam artikel ini saya berhutang banyak kepada
penulis-penulis buku kekristenan yang buku-bukunya saya baca, seperti Ajith
Fernando, Cornelius Platinga, Jr., Charles Colson, C.S. Lewis, Craig A. Evans,
John Piper, Joshua Harris, N.T. Wright, J.I. Packer, Jerry Bridges, Ravi
Zacharias, dll. Tentu tidak lupa kepada Tuhan Yesus, sang Guru Agung, yang telah
mewarisi Alkitab yang ditulis oleh orang-orang pilihan Tuhan yang dibimbing
oleh Sang Hikmat Agung, Roh Kudus.
========================================================================
Tuduhan : Yesus tidak pernah berkata,“Akulah Tuhan, sembahlah
Aku!” Oleh karena itu Yesus bukan Tuhan.
Jawab : Inilah pertanyaan yang sering diajukan oleh para penanya yang
anti Kristen. Pertanyaan yang saya anggap lelucon menyenangkan.
Apa yang tidak diketahui oleh penanya tersebut adalah bahwa Yesus
lahir dan besar di tengah-tengah kebudayaan Yahudi yang sangat mengerti dan
meyakini bahwa hanya Tuhan-lah yang disembah dan apa atau siapa yang kepadanya
diberikan sembah sujud berarti apa atau siapa tersebut adalah Tuhan.
Yang paling penting adalah Tuhan itu disembah bukan karena Ia menuntut
kepada manusia untuk menyembah diriNya seakan-akan Tuhan itu seorang pribadi
yang gila hormat dan haus penyembahan. Tuhan disembah karena kekudusan, kemuliaan
dan kedahsyatan kuasaNya. Kualitas keilahian inilah yang membuat Tuhan
dihormati, dipuja, ditakuti dan tentu saja disembah. Tuhan tetaplah Tuhan
sekalipun tidak ada yang menyembah diriNya.
Di dalam Alkitab memang tidak ada satu kata pun keluar dari mulut
Yesus menuntut orang-orang untuk menyembah diriNya. Tetapi terdapat bukti-bukti
alkitabiah yang menunjukkan bahwa walaupun Yesus tidak pernah menuntut
penyembahan atas diriNya, Ia tidak pernah melarang atau menolak orang-orang
yang ada di sekitarnya untuk menyembahnya.
Matius 28:17 :
“Ketika melihat
Dia mereka menyembah-Nya, tetapi beberapa orang ragu-ragu.”
Markus 5:6
“Ketika ia
melihat Yesus dari jauh, berlarilah ia mendapatkan-Nya lalu menyembah-Nya,”
Lukas 24:52
“Mereka sujud menyembah kepada-Nya, lalu mereka
pulang ke Yerusalem dengan sangat
bersukacita.”
Yohanes
9:38
“Katanya: “Aku percaya, Tuhan!‟ Lalu ia sujud menyembah-Nya.“
Di dalam Injil, kata Yunani untuk
penyembahan adalah proskunesai dan prosekunesan yang mempunyai bentuk dasar
proskuneo. Kata dasar proskuneo ini hanya dipakai untuk penyembahan kepada
Elohim Bapa. Penyembahan ini tidak dapat diberikan kepada hal-hal lain. Tuhan
sendiri dengan tegas menyatakannya di hadapan Musa dan seluruh bangsa Israel di
gunung Sinai dan ditulis sendiri oleh Tuhan sebagai bagian dari Sepuluh
Perintah Elohim :
Keluaran 20: 2 = “Akulah TUHAN,
Elohimmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.”
20:3 = “Jangan ada padamu elohim lain
di hadapanKu.”
20:5 = “Jangan sujud menyembah
kepadanya atau beribadah kepadanya...”
Ratusan tahun sesudahnya, Tuhan
yang sama dengan tegas menyatakannya kembali dalam
kitab nabi Yesaya :
42:8
= “Aku ini TUHAN,
itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain atau
kemasyhuran-Ku kepada patung.”
Yesus lahir dan besar dalam
keluarga Yahudi. Ia pasti sangat tahu dan mengerti hukum penyembahan yang vital
tersebut. Tetapi ternyata dengan jelas Yesus tidak pernah menolak atau melarang
orang-orang datang untuk menyembah diriNya. Jika Yesus hanya seorang guru atau
atau nabi, maka Yesus pasti dengan tegas dan lantang berkata : “Saya hanya guru
atau nabi. Jangan menyembah Saya!” Yesus harus melakukan peringatan ini
berulang-ulang bahwa melakukan penyembahan selain kepada Elohim merupakan dosa
yang sangat serius. Tetapi faktanya adalah bahwa tidak ada satu dokumen pun
yang menyatakan bahwa Yesus melakukan peringatan-peringatan tersebut. Empat
kitab Injil menyatakan dengan tegas bahwa Yesus tidak pernah melarang atau
menolak orang-orang menyembah diriNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar