Sudah lama saya ingin menuliskan tentang Apologetika. Tetapi karena
satu dan lain hal baru saat ini saya bisa menuliskan topik mengenai Apologetika.
Ada banyak alasan yang mendorong saya untuk menuliskan topik ini, di antaranya
:
1. Alasan alkitabiah.
Di dalam Alkitab banyak kisah mengenai bagaimana
hamba-hamba Tuhan melakukan pembelaan terhadap kebenaran firman Tuhan. Nabi
Elia berapologetika menentang kekuasaan yang bobrok dari raja Ahab dan ratu
Izebel. Di dalam Perjanjian Baru, kisah-kisah heroik mengenai pembelaan
terhadap firman Tuhan sering diceritakan. Para murid Yesus, Stefanus, Filipus,
Paulus dan Barnabas, Apolos melakukan Apologetika, membela Injil di hadapan
orang-orang. Bahkan Junjungan Agung kita, Yesus Kristus pun melakukan
Apologetika pada saat Ia dicobai di padang gurun oleh iblis.
2. Alasan teologis.
Saya merasakan saat ini serangan terhadap doktrin-doktrin
Kekristenan mengalami ekskalasi yang sangat kuat. Doktrin yang paling sering
diserang adalah mengenai Ketuhanan Yesus, keberadaan dosa dan reabilitas
Alkitab. Tragisnya, serangan-serangan terhadap doktrin-doktrin Kekristenan
tidak hanya dilakukan oleh para apologis dari agama-agama lain. Tetapi juga
dilakukan oleh kalangan Kristen sendiri. Banyak pendeta yang mulai mengajarkan
doktrin yang berlawanan dengan ortodoksi. Mereka terpengaruh dengan
ajaran-ajaran Liberal kekristenan. Sebut saja Pendeta Anglikan Inggris, John
Shelby Spong. Ia menentang semua hal yang terkait dengan doktrin-doktrin
Kristen. Ia tidak meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan, ia menentang konsep
keberadaan dosa manusia dalam Kristen, dan ia menentang reabilitas Alkitab.
3. Alasan trend saat ini.
Saya akan mengutip tulisan dari apologis Kristen kenamaan
Kristen saat ini, Ravi Zacharias, dalam bukunya yang berjudul Jesus Among Other
Gods. Tulisan Dr. Ravi saya anggap tepat menggambarkan trend dunia saat ini
tentang Kekristenan. Inilah kutipan dari tulisan dari Dr. Ravi, “Kita sedang
hidup dalam suatu zaman di mana sensitivitas dapat meledak setiap saat dengan
kata-kata yang menusuk. Secara filosofis, anda dapat mempercayai apa saja,
selama anda tidak mengklaimnya sebagai kebenaran. Secara moral, anda dapat
mempraktekkan apa saja, selama anda tidak mengklaimnya sebagai cara yang “lebih
baik”. Secara religius, anda dapat menyakini apa saja, selama anda tidak
melibatkan Kristus di dalamnya. Jika sebuah gagasan spiritual berasal dari
timur, kekebalan kritis diberikan. Tetapi seorang jurnalis dapat memasuki
sebuah gereja dan mengolok-olok segala pengajaran yang ada di dalamnya. Perlakuan
berbeda diberikan kalau berhubungan dengan spiritualitas ketimuran, mereka
tidak akan mengolok-olok gagasan spiritualitas tersebut. Inilah mood di akhir
abad kedua puluh.”
Apologis Kristen lainnya, Charles “Chuck” Colson, menambahkan
dalam bukunya yang berjudul The Faith, “Kita hidup di zaman ketika kaum Kristen
serta peradaban yang dibangun dengan bantuannya sedang diserbu. Meninjau
liputan pers selama beberapa tahun terakhir menjelaskan bahwa Kekristenan
terhuyung-huyung akibat hantaman dan serbuan yang mungkin belum pernah
dialaminya dari ateisme negatif... Kami telah memasuki era pasca-modern yang
menolak ide tentang kebenaran. Kalau kebenaran tidak ada, maka klaim
kekristenan bersifat menusuk hati dan bahkan fanatik terhadap orang lain.
Toleransi secara keliru didefinisikan sebagai menaruh semua dalil di atas
pijakan yang setara. Jutaan orang menyetujui (dan banyak orang kristen juga
berada di dalam jutaan orang tersebut –penulis) doktrin
semua-kepercayaan-sama-saja demi memperoleh kedudukan sosial yang lebih baik
dalam budaya kami yang bebas nilai dan tidak boleh menyinggung siapa pun.”
Kedua kutipan tulisan dari dua apologis Kristen tersebut di
atas memang menggambarkan situasi yang terjadi di dunia barat, Eropa dan Amerika
Serikat. Tetapi saya menyadari bahwa trend tersebut sekarang sedang menjangkiti
Indonesia. Atas nama kedamaian dan toleransi yang keliru, orang-orang Kristen
diam saja ketika penganut agama lain menyerang doktrin-doktrin kekristenan.
Tetapi bukankah Firman Tuhan tidak perlu
dibela karena Tuhan sendiri yang akan membela firmanNya?
Ya, benar bahwa Tuhan akan melaksanakan
sendiri apa yang sudah difirmankanNya. Tetapi sebagai orang-orang yang telah
diselamatkan oleh Yesus Kristus, kita mempunyai tanggung jawab untuk juga
mewujudkan firman Tuhan itu dalam kehidupan. Saya menganalogikannya sebagai
berikut. Pemerintah Indonesia mengeluarkan sebuah produk undang-undang dan
setelah melalui berbagai proses legislasi di parlemen dan disetujui, maka UU
itu berlaku bagi seluruh komponen bangsa Indonesia tanpa terkecuali. Artinya,
rakyat Indonesia harus taat dan melaksanakan undang-undang tersebut. Elohim
Bapa sudah menyampaikan kabar baik (Injil) melalui Yesus Kristus kepada
manusia, maka bagi umat yang mengakui bahwa Yesus adalah Tuhan dan Mesias,
merupakan suatu tanggung jawab untuk melaksanakan kehendak Tuhan dan mengabarkannya
kepada orang lain, termasuk melakukan pembelaan apabila ada serangan terhadap
firman Tuhan.
Saya akan mencoba secara singkat
menjelaskan apa itu Apologetika. Memang tidak mudah (karena saya pun
sesungguhnya baru mempelajari hal ini), tetapi kerinduan saya untuk memuliakan
Tuhan dan melihat bahwa banyak orang-orang Kristen yang awam mengenai hal ini
mendorong saya untuk menuliskan tema ini. Untuk pemilihan judul dari artikel
ini saya menggunakan judul yang sama dengan buku karya John M. Frame, Apologetics
to the Glory of God : An Introduction (Apologetika bagi Kemuliaan Allah :
Sebuah Pengantar, Penerbit Momentum-Surabaya, 2009). Tetapi dalam artikel saya
memakai kata “Tuhan”. Tidak hanya itu, seluruh materi yang ada dalam artikel
ini saya landaskan pada pemikiran John M. Frame dalam bukunya tersebut. Tuhan
Yesus lah yang memampukan saya untuk menuliskan tema ini, jadi segala hormat,
kemuliaan dan puji-pujian saya letakkan di bawah kakiNya.
Banyak orang Kristen yang masih asing
dengan kata “Apologetika”. Orang Kristen lebih akrab dengan kata “Penginjilan”.
Padahal sesungguhnya ada keterkaitan antara Apologetika dengan Penginjilan. Apologetika
adalah bagian dari Penginjilan dan di dalam Penginjilan terdapat Apologetika.
Apakah apologetika itu? Pentingkah
mempelajari apologetika?
Definisi Apologetika
Apologetika berasal dari kata Yunani,
Apologia. John M. Frame mendefinisikan sebagai ilmu yang mengajar orang Kristen
bagaimana memberi pertanggungan jawab tentang pengharapannya (Apologetika bagi
Kemuliaan Allah : Sebuah Pengantar, Momentum-Surabaya, 2009). Dalam bukunya
yang lain, Frame mendefinisikan Apologetika sebagai aplikasi Alkitab kepada
mereka yang tidak percaya (The Doctrine of The Knowledge of God). Pendeta Budi
Asali dalam artikelnya yang berjudul “Apologetics” mendefinisikan Apologetika
sebagai ilmu yang
mempelajari cara-cara pembelaan iman Kristen terhadap serangan-serangan dari
luar.
Ada kesalahpahaman dalam pemikiran mengenai Apologetika.
Apologetika dianggap sebagai permintaan maaf atas sesuatu hal yang salah yang
kita percaya dan ajarkan. Hal ini terkait dengan perkataan “permohonan maaf”
dalam bahasa Inggris, yaitu “Apology” yang memang berasal dari kata Apologia.
Jadi Apologetika bukan permohonan maaf tetapi adalah pembelaan atas sesuatu
yang benar yang kita percaya dan ajarkan.
Biasanya yang menjadi dasar bagi Apologetika adalah 1 Petrus
3:15-16. Di dalam ayat tersebut Rasul Petrus menasihati : “tetapi kuduskanlah
Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu
memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan
jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan
lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang
memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena
fitnahan mereka.”
Pertanggungan jawab dalam ayat di atas adalah dari kata Yunani,
Apologia.
Aspek – aspek dalam Apologetika
John M. Frame membedakan 3 aspek dari Apologetika, yaitu :
1. Apologetika sebagai pembuktian : menyampaikan sebuah dasar
rasional bagi iman kepercayaan atau membuktikan kebenaran Kekristenan (Yohanes
14:11; 20:24-31; 1 Korintus 15:1-11). Apologetika adalah menghadapi
ketidakpercayaan dalam diri orang percaya sebagaimana dalam diri orang yang
tidak percaya.
2. Apologetika sebagai pembelaan : menjawab keberatan-keberatan dari
ketidakpercayaan. Tulisan-tulisan Rasul Paulus termasuk dalam kategori ini.
Tuhan Yesus pun sering menangani keberatan-keberatan ini dari para pemimpin agama Yahudi dalam Injil Yohanes.
3. Apologetika sebagai penyerangan : menyerang kebodohan dari pikiran
yang tidak percaya. Tuhan tidak hanya memanggil umatNya untuk menjawab
keberatan-keberatan dari mereka yang tidak percaya, tetapi juga melanjutkannya
dengan serangan terhadap kepalsuan. Rasul Paulus dengan tepat menggambarkan
situasi ini : “Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu
yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Elohim...”
(2 Korintus 10:5).
Apabila dilakukan dengan benar maka berapologetika akan mencakup
dari ketiga aspek seperti yang tersebut di atas.
Apa hubungan Apologetika dengan Penginjilan?
Apologetika dan Penginjilan adalah satu kesatuan. Keduanya
mempunyai tujuan yang sama, yaitu menarik orang yang tidak percaya kepada Yesus
Kristus. Walaupun begitu kedua hal tersebut mempunyai perspektif dan penekanan
yang berbeda. Penginjilan menekankan usaha dari perubahan Ilahi dalam kehidupan
manusia, sedangkan apologetika menekankan aspek rasional dari keyakinan. Pendeta
Budi Asali menyingkatnya dengan kalimat “pertanggungan jawab itu harus
Alkitabiah dan logis”.
Apakah seluruh orang Kristen harus
menjadi Apologis?
Saya sudah menganalogikan
hal ini dalam paragraf-paragraf sebelumnya. Bahwa saya sebagai warga negara
Indonesia wajib menaati dan melaksanakan segala bentuk aturan yang dikeluarkan
oleh pemerintah yang telah disetujui oleh parlemen. Hal yang sama juga harus
dilakukan oleh orang-orang Kristen. Mereka harus menaati dan melaksanakan
segala bentuk perintah yang sudah Elohim Bapa berikan melalui Yesus Kristus,
dalam hal ini termasuk melakukan pemberitaan dan pembelaan Injil Tuhan. Amanat
Agung dari Tuhan Yesus menegaskan hal tersebut, “Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa
sampai kepada akhir zaman." (Matius 28:19-20)
Apa yang menjadi
tujuan dari Apologetika?
John M.
Frame menuliskan, “Bagi orang percaya, apologetika memberi pemulihan keyakinan
pada iman seperti apologetika menunjukkan dasar pemikiran dari Alkitab sendiri.
Dasar pemikiran itu memberi orang percaya sebuah pondasi intelektual, sebuah
dasar bagi iman dan bagi pengambilan keputusan yang bijaksana dalam kehidupan.
Bagi orang yang tidak percaya, Tuhan dapat memakai pemikiran apologetika untuk
menyingkirkan rasionalisasi, argumentasi-argumentasi yang melaluinya
permasalahan menghalangi perubahan.”
Memang
hanya Tuhan yang dapat mengubah hati seseorang melalui karya Roh Kudus. Tetapi secara
normal, Roh Kudus bekerja melalui firman. Roh Kudus penting, tetapi pemberita
Injil dan Apologis pun penting. Tugas dari Pemberita Injil dan Apologis lah
yang menyampaikan firman. Dan itu adalah tugas dari semua orang Kristen yang
sudah ditebus oleh Yesus Kristus di kayu salib.
Yudas 1:3
“Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku bersungguh-sungguh
berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita bersama, aku merasa
terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu tetap
berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang
kudus.”
Selesai
Buku-buku terkait :
1. Apologetika bagi Kemuliaan Allah : Sebuah Pengantar, John M. Frame, Momentum-Surabaya, 2009;
2. Jesus Among Other Gods, Ravi Zacharias, Pionir Jaya, November 2009;
3. The Faith, Charles Colson, Pionir Jaya
Well said :)
BalasHapusThanks Candela :)
Hapus