Di dalam kisah tentang para pemimpin spiritualitas besar terdapat beberapa
kesamaan di akhir kehidupan para pemimpin tersebut. Para murid
atau pengikut pemimpin-pemimpin spiritualitas akan meratapi kematian pemimpin mereka
tersebut. Apabila para murid atau pengikut membukukan kisah hidup pemimpin mereka,
fokusnya adalah pada teladan dan ajaran dari sang pemimpin. Jarang ada yang
menceritakan dengan detail kematian sang pemimpin tersebut.
Hal yang bertolak belakang kita dapati pada para penulis Injil dan
murid-murid Yesus. Mereka memberikan penekanan yang luar biasa kepada kematian
Yesus. Di dalam bukunya yang berjudul Why I Am A Christian (diterjemahkan dan
diterbitkan oleh Pionir Jaya, cet ke-4, Februari 2010), teolog John Stott
menyatakan, “.... ketika Injil ditulis, keempat penulis Injil mencurahkan
sebagian besar pasal untuk minggu terakhir kehidupan Yesus di dunia. Injil
Lukas seperempatnya, Matius dan Markus sekitar sepertiganya, dan Yohanes
sebanyak setengahnya.”
Para rasul pun tidak ketinggalan. Petrus menyatakan, ”Ia sendiri telah
memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah
mati di terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilurNya kamu telah
sembuh.” (1 Petrus 2:24)
Paulus menyatakan, “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah
merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib" (Filipi 2:8).
Yohanes menyatakan, “... yang telah mengutus anakNya sebagai
pendamaian bagi dosa-dosa kita.” (1 Yohanes 4:10).
Tetapi apakah semua itu hanyalah argumen atau interpretasi para murid
tentang misi Yesus di dunia? Tidak. Yesus sendiri berulang kali memberitahukan
penderitaan dan kematianNya kepada para murid.
Matius 16:21 = “Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada
murid-muridNya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem... lalu dibunuh dan
dibangkitkan pada hari ketiga.”
Markus 9:31 = “Yesus berkata kepada mereka : Anak Manusia akan
diserahkan... dan mereka akan membunuh Dia...”
Lukas 18:33 = “dan mereka menyesah dan membunuh Dia...”
Pertanyaannya adalah mengapa Yesus mati?
Beberapa ahli menyatakan bahwa Yesus mati karena pengajaranNya sangat
revolusioner sehingga mengganggu kepentingan pihak lain, dalam hal ini penguasa
setempat. Ada yang menyatakan bahwa Yesus mati karena hasil konspirasi
pemimpin-pemimpin agama Yahudi dengan otoritas Romawi. Singkat kata, Yesus mati
sebagai martir atas sikap-sikapnya yang bertentangan dengan kepentingan
penguasa.
Tetapi apakah hal itu benar? Tidak. Mereka mengabaikan fakta yang
jelas tertulis dalam Alkitab. Yesus dengan sukarela mendatangi salibNya (baca =
kematianNya). Yohanes 10:11 menyatakan, “Akulah gembala yang baik. Gembala yang
baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.” Lebih lanjut dalam ayat ke - 17
dan 18, “... oleh karena Aku memberikan nyawaKu... Tidak seorang pun
mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu
sendiri... dan berkuasa mengambilnya kembali.”
Pertanyaan lebih lanjut adalah mengapa Yesus dengan sukarela
mendatangi kematianNya? Mengapa Ia menyerahkan nyawaNya untuk kita?
Untuk memenuhi tuntutan keadilan Elohim dan sekaligus menyatakan kasihNya
kepada manusia.
Tetapi ada hal yang sangat bertolak belakang dari pernyataan di atas.
Keadilan Tuhan menuntut penghukuman akan dosa-dosa manusia. Hal ini akan
membuat Tuhan tidak berbelas kasih kepada umatNya. Padahal salah satu atribut
kebesaran Tuhan adalah Kasih. Begitu juga kalau Tuhan mengampuni manusia yang
berdosa tanpa ada penghukuman, kasihNya berarti adalah kasih yang murahan.
Bahkan hukum dunia saja tidak akan melepaskan begitu saja orang yang melakukan
pelanggaran hukum. Keadilan dan Kasih adalah atribut Elohim, artinya Ia tidak
dapat berkontradiksi dengan atributnya tersebut. Elohim tidak bisa mengabaikan
salah satu di antara keduanya. Keadilan dan Kasih akan selalu berjalan
beriringan dalam setiap keputusan Tuhan.
Kematian Yesus di kayu salib-lah yang membuka dead-lock dari
pernyataan di atas.
Bagaimana hal itu dapat terjadi?
Sebelum kita sampai pada jawaban atas pertanyaan di atas, kita melihat
dulu apa pandangan dunia tentang kematian Yesus.
Sepanjang segala abad, doktrin kematian Yesus mendapatkan pertentangan
yang sangat keras dari banyak orang dan bahkan sistem agama tertentu. Heinrich
Heine, kritikus kristen kenamaan, menyatakan dengan protes yang tegas bahwa :
“Tuhan akan mengampuni saya karena itu adalah tugasNya!”
Hans Joachim Schoeps, penulis Yahudi, menolak berita salib Yesus :
“Ini (berita Salib) merupakan suatu butir kepercayaan yang mustahil, yang mengurangi
kedaulatan Tuhan dan keberadaanNya yang absolut...” (dikutip dalam Supremasi Kristus, Ajith Fernando, Pen. Momentum, cet ke-2, 2008. Artikel asli ada
dalam The Jewish Christian Argument, Hans Joachim Schoeps, 1965).
Quran pun menolak kematian Yesus. Surah 4:156 (An Nisaa’) menyatakan :
“dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya Kami
telah membunuh Al Masih, Isa (Yesus) putra Maryam, Rasul Allah", padahal
mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka
bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan 'Isa bagi mereka. Sesungguhnya
orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam
keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan
tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka
tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.”
Bahkan orang-orang dari kalangan Kristen
sendiri pun menolak kematian Yesus. Rudolf Bultmann, menyatakan, “Bagaimana
bisa kesalahan seseorang ditebus oleh kematian seorang lain yang tidak berdosa?
Ini adalah suatu mitologi yang primitif....” (dikutip dalam buku Ajith
Fernando, Supremasi Kristus, Pen. Momentum, cet ke-2, 2008. Artikel asli ada
dalam “The New Testament and Mythology”)
Jadi apa jawaban kita terhadap berbagai pandangan tersebut?
Ada dua jawaban :
Pertama, kita tidak benar-benar mempertimbangkan Kekudusan Tuhan.
Kedua, kita tidak memperhitungkan betapa seriusnya dosa itu (“Why God
Became Man”, Anselmus, Uskup Agung Canterbury abad ke-11)
Saya akan membahas kedua jawaban itu dalam artikel berikutnya....
*NYOK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar