Dalam tulisan saya sebelumnya,
peristiwa kelahiran Yesus memberikan gambaran Elohim yang berbeda dengan
ilah-ilah yang disembah kebanyakan manusia pada masa itu. Pertama, Elohim yang
rendah hati dan kedua, Elohim yang bisa didekati. Sangat jelas dua gambaran
Elohim itu bukanlah gambaran yang dibayangkan manusia selama ini tentang Yang
Mahakuasa. Ada dua gambaran yang lain lagi yang ditampilkan Elohim melalui
kelahiran Yesus Kristus.
Kesederhanaan.
Kata ini sebenarnya adalah
kata yang tidak pantas saya tuliskan untuk menggambarkan Elohim, Sang Pencipta Alam
Semesta. Tapi kelahiran Yesus Kristus mau tidak mau memberikan gambaran kepada
saya bahwa walaupun kebanyakan manusia melihat kuasa dan kekayaan sebagai tolok
ukur, tetapi Elohim lebih menyukai mereka yang hidup sangat sederhana.
Dalam Injil Lukas, Maria
menyanyikan pujian bagi Elohim atas kehamilan ajaib dirinya. Tetapi satu tahun
kemudian, ia dan Yusuf beserta bayi mereka, Yesus, harus mengungsi ke Mesir
menghindari tangan jahat Herodes atas bayi mereka. Bagi orang Yahudi, Mesir
adalah pengalaman buruk mereka. Selama 400 tahun, nenek moyang mereka mengalami
perbudakan. Tetapi di Mesir pula lah, Elohim menunjukkan kekuasaanNya. Ia
memporak-porandakan Mesir melalui serangkaian tulah mematikan dan diakhiri
dengan gugurnya prajurit-prajurit terbaik Mesir di laut Merah. Elohim Abraham,
Ishak dan Yakub mengantarkan bangsa Yahudi ke tanah Kanaan, tanah yang
dijanjikan kepada leluhur mereka, Abraham. Sekarang Maria harus melarikan diri
ke Mesir, bersembunyi di negara yang dulu diporakporandakan oleh Elohim. Apakah
sang Bayi bisa memenuhi harapan besar bangsaNya? Dimanakah kegagahan Maria
ketika menyanyikan pujian bagi Elohim setahun sebelumnya?
Pada malam kelahiran Yesus,
kita diberitahu bahwa tiga orang Majusi yang datang dari timur (kemungkinan
besar di wilayah Babilonia atau Irak sekarang) untuk mengunjungi Yesus. Orang
Majusi adalah orang-orang intelektual pada masa itu. Salah satu keahlian mereka
adalah mereka pandai dalam telaah perbintangan atau astronomi. Ribuan tahun
sebelumnya, bangsa Yahudi pernah mengalami pembuangan ke tanah Babel. Saya
yakin 3 orang Majusi ini pernah membaca kitab-kitab nabi Yahudi dan pastinya mereka
membaca berbagai nubuatan mengenai Mesias yang menyelamatkan bangsa Israel dan
memimpin dunia. Melalui informasi dari kitab-kitab nabi Yahudi dan telaah
perbintangan mereka dapat menghitung kelahiran Mesias dan di mana Mesias akan
dilahirkan. Berbekal informasi tersebut, mereka meninggalkan negaranya untuk
pergi melihat langsung Mesias tersebut.
Saya membayangkan bahwa
Elohim pasti turut andil untuk membantu 3 orang Majusi tersebut. Bagi bangsa
Yahudi, 3 Majusi tersebut adalah bangsa kafir dan tentunya najis. Tetapi Elohim
menuntun mereka melihat bayi Mesias. Bahkan, 3 orang kafir dan najis ini
melindungi sang bayi Yesus dengan membangkang perintah Herodes untuk
memberitahukan di mana sang Mesias tersebut berada. 3 orang Majusi memilih
jalur lain untuk pulang ke negaranya. Mereka memihak Yesus melawan otoritas
penguasa.
Pada masa pelayananNya,
Yesus sering berkonfrontasi dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Ia
tidak segan menyebut mereka keturunan ular beludak, keturunan pembunuh
nabi-nabi. Tetapi Yesus mudah sekali tergerak hatinya melihat penderitaan
orang-orang kecil. Ia tidak ragu untuk duduk mengajar di antara orang-orang
najis. Bahkan di antara kedua belas muridNya ada pemungut cukai (Lewi), pemberontak
(Simon orang Zelot. Zelot adalah salah satu organisasi yang menentang Romawi
dengan cara mengangkat senjata) dan skeptis (Thomas). Ia tidak ragu meninggikan derajat orang
Samaria yang dianggap najis oleh bangsa Yahudi dalam sebuah perumpamaan. Ia bahkan
menyembuhkan hamba seorang perwira Romawi, bangsa yang menjajah bangsaNya
sendiri. Dalam silsilah Yesus dalam Injil Matius, kita mendapati tiga wanita
bangsa kafir ada dalam silsilah tersebut. Tiga wanita tersebut adalah Tamar,
Rahab dan Batseba.
Elohim Yang Maha Kuasa
memilih sendiri di mana Ia akan lahir dan pilihanNya tersebut sangatlah jauh
dari kemuliaan. Ia bisa lahir di keluarga kerajaan. Tetapi Ia memilih lahir
dari sebuah keluarga yang sederhana. Ia meninggalkan kekuasaan dan kemuliaanNya
demi umatNya. Ia lahir dalam kesederhanaan dan mati dalam kerendahan.
Berani.
Malam kelahiran Mesias di
Betlehem membutuhkan keberanian yang luar biasa. Saya bertanya-tanya dalam
hati, apa perasaan Bapa melihat Putra yang dikasihiNya lahir penuh darah untuk
menghadapi dunia yang kejam dan dingin. Dibutuhkan keberanian bagi Elohim untuk
melepaskan kuasa dan kemuliaanNya, lalu mengambil tempat di antara manusia yang
menyambutNya dalam keraguan dan keangkuhan. Dibutuhkan keberanian lebih besar
lagi untuk mengambil resiko turun ke planet yang berisi manusia-manusia yang
brutal dan bebal, lahir dan besar di antara bangsa yang terkenal karena menolak
dan membunuh nabi-nabi Tuhan. Saya berpikir ini adalah kenekatan luar biasa
yang pernah dilakukan Elohim.
G.K. Chesterton dengan
tepat menyatakan,”Sendirian di antara pengakuan iman, kekristenan telah
menambahkan keberanian pada sifat-sifat Elohim.” Keberanian yang yang dimulai
pada malam pertama Yesus dilahirkan dan tidak berakhir sampai pada peristiwa di
bukit Golgota.
Sebuah sudut pandang lain.
Kitab Wahyu 12 menggambarkan
peristiwa kelahiran Yesus dengan sudut pandang yang lebih dahsyat. Wahyu 12
menggambarkan Naga memimpin pertempuran besar di surga. Sementara itu, seorang
wanita berpakaian matahari dan memakai mahkota 12 bintang menjerit kesakitan
saat akan melahirkan. Tiba-tiba Naga menghadang dan bernafsu menelan Anak dari
wanita tersebut. Pada saat-saat terakhir, si Anak direbut dan diselamatkan ke
tempat yang aman. Perang penghabisan di alam semesta pun dimulai.
John Milton menggambarkan
peristiwa ini dalam karya monumentalnya, Paradise Lost and Paradise Regained.
Ia menjadikan surga dan neraka menjadi fokus utama, sementara bumi menjadi
arena pertempuran antara pasukan Surga dengan pasukan Neraka. Kelahiran Yesus
adalah tanda Penyerangan Besar dimulai, sebuah serangan penyusupan berani yang
dilakukan Penguasa Kebenaran ke dalam tahta kejahatan.
Sebagai seorang Kristen,
saya percaya bahwa kita hidup dalam dunia paralel. Dunia lain yang terdiri dari
malaikat dan kekuatan jahat. Pada suatu malam di sebuah tempat di Betlehem, di
sebuh kandang, kedua dunia ini menyatu dalam titik persimpangan yang dramatis. Elohim
yang tidak mengenal awal dan akhir, memasuki ruang dan waktu. Elohim yang tidak
kenal dengan batasan, masuk dalam tubuh daging yang amat terbatas. Yang Maha
Kuasa menjadi sama dengan manusia.
Sebuah perenungan.
Bagi saya kisah Yesus,
mulai dari kelahiran hingga kematian dan juga kebangkitanNya adalah kisah yang
sangat luar biasa. Tetapi apakah kita sudah mendapat dengan benar apa makna
dari kelahiran Yesus itu sendiri?
Dari empat tulisan yang
sudah saya sampaikan ternyata kita belum memahami makna Natal sesungguhnya.
Bertahun-tahun kita terjebak pada pola pemikiran Natal yang diisi dengan
perayaan pesta yang meriah. Hanya berfokus pada pemuasan lahiriah kita. Padahal
makna Natal adalah jauh lebih mulia dari hal-hal tersebut. Natal adalah
peringatan bahwa Yang Maha Kuasa yang rendah hati dengan penuh keberanian hadir
dalam dunia ini dalam kesederhanaan dan kasih. Natal adalah peringatan bahwa
Elohim sendiri yang mendatangi manusia yang tidak bisa menyelamatkan dirinya
sendiri dari kutuk dosa. Natal adalah bukti cinta gila Elohim kepada manusia.
Ya, Ia seperti Bapa yang mempermalukan dirinya dengan berlari menyambut anaknya
yang hilang dan sudah mengecewakan hatinya.
Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau
ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk
mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama
dengan Aku. Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di
atas takhta-Ku, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan
Bapa-Ku di atas takhta-Nya. (Wahyu 3:20-21)
SELAMAT NATAL 2011
TUHAN YESUS MEMBERKATI KITA SEMUA
MARANATHA!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar