Kita akan membahas yang
pertama.
Konsep Kekudusan saat ini dipandang sebagai hal yang ketinggalan
jaman. Banyak orang mencela kata yang muncul lebih dari 600 kali dalam Alkitab.
Konsep Kekudusan juga ternyata telah “disempitkan” maknanya hanya pada berfokus
pada serangkaian aturan atau larangan yang sifatnya legalistik, misalnya :
mengenai rokok, minuman keras, keperawanan, dll. Daftar tersebut akan semakin
panjang tergantung dari komunitas-komunitas yang menjalankannya. Yang lain
menganggap bahwa Kekudusan itu adalah sesuatu yang sempurna, sehingga manusia
tidak mungkin menggapainya. Bagi manusia, konsep ini menjadi begitu mengecilkan
hati apabila dikaitkan dengan dosa. Semua pandangan-pandangan ini
menyalahartikan konsep Kudus yang sesungguhnya.
Kudus artinya adalah sifat moral yang murni. Terpisah dari dosa dan
karenanya terpusat pada Tuhan (Pursuit of Holiness, Jerry Bridges, Terjemahan
Indonesia, Pionir Jaya, Februari 2010). Para penulis Perjanjian Baru
menjelaskan dengan gamblang Kekudusan tersebut dalam suatu perbedaan. Mereka
membedakannya dengan sikap yang menuruti keinginan-keinginan jahat (1 Petrus
1:14-16). Membedakan yang kudus dengan perbuatan kejahatan dan kecemaran (Wahyu
22:11).
Sekarang kita maju dalam pembahasan mengenai Kekudusan Tuhan.
Buku klasik Jerry Bridges yang berjudul Pursuit of Holiness (sudah
diterbitkan oleh Penerbit Pionir Jaya, Februari 2010) menggambarkan dengan
begitu lugas mengenai kekudusan Tuhan. Saya akan menggunakan referensi dari
buku tersebut untuk menggambarkan kekudusan Tuhan.
Jerry Bridges menuliskan, “...kekudusan menggambarkan kemuliaan Tuhan
dan juga kemurnian serta kesempurnaan moral yang dimilikiNya. Kudus adalah
salah satu atribut-atribut yang disandangnya, oleh karena itu, kekudusan adalah
salah satu bagian yang sangat pokok dari keberadaan Tuhan. Kekudusan tidak
dapat dipisahkan dari keberadaannya... Kekudusan Tuhan sepenuhnya terlepas dari
segala yang jahat... Elohim adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada
kegelapan (1 Yohanes 1:5). Yohanes menyatakan bahwa Tuhan secara mutlak bebas
dari kejahatan dan oleh karenanya, Ia adalah intisari dari kesempurnaan dan
kemurnian moral.... Kekudusan Tuhan jua mencakup kesesuaianNya yang sempurna
dengan watak ilahiNya. Sebab itu, segala pikiran dan tindakannya selalu sejalan
dengan watakNya yang kudus."
Dalam Wahyu 4:8, keempat makhluk yang berada di sekeliling tahta
Elohim tidak henti-hentinya berkata, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Elohim, Yang
Mahakuasa, yang sudah ada dan yang akan datang.” Dalam Yesaya 6:3, para serafim
dalam penglihatan akan kemuliaan Tuhan yang dinyatakan kepada Yesaya pun
mengekspresikan kekudusan Tuhan sebanyak tiga kali. Musa pun menyatakan
kekudusan Tuhan, “.... siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusanMu...”
(Keluaran 15:11).
Kekudusan adalah mahkota Tuhan. Kekudusannya adalah penyempurnaan dari
semua sifat-sifatNya yang lain : Kuasanya adalah kuasa yang kudus, belas
kasihNya adalah belas kasih yang kudus, kebijaksanaanNya adalah kebijaksanaan
yang kudus. Kekudusannya membuat Ia layak kita puji.
Kalau kita sudah memahami betapa sakralnya Kekudusan Tuhan, maka kita
baru bisa menyadari kebobrokan kita di hadapan Tuhan akibat dosa. Hal ini
mengantarkan kita kepada pembahasan mengenai betapa seriusnya dampak dosa
terhadap kehidupan kita dengan Tuhan.
Kejadian 1:26-27 menggambarkan proses penciptaan manusia. Hal yang
luar biasa adalah bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Tuhan.
Karena keistimewaannya, manusia didaulat menjadi penguasa atas seluruh dunia
ciptaan Tuhan. Dan.... “Elohim melihat segala yang dijadikanNya itu, sungguh
amat baik...” Kejadian 1:31.
Tetapi masalah besar kemudian timbul. Didorong oleh bujuk rayu ular
(iblis), perempuan yang diciptakan Tuhan dari tulang rusuk manusia, memakan
buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Tidak sampai di situ, si
perempuan tersebut memberikannya kepada manusia dan manusia itu memakannya
(Kejadian 3). Ayat 7 pada pasal yang sama lalu menggambarkan situasi manusia
setelah memakan buah itu, “Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu,
bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.”
Apa yang salah dari peristiwa di atas?
Pada Kejadian 2 ayat 17, Tuhan memerintahkan kepada manusia untuk...
“tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kau
makan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati.”
Apa yang sudah dilakukan manusia dan perempuan adalah jelas. Mereka
melanggar perintah Tuhan. Inilah pemberontakan pertama manusia terhadap
kekuasaan Tuhan dan akan dilanjutkan oleh keturunan-keturunan manusia
selanjutnya. Inilah konsep dosa asal dalam kekristenan yang banyak ditentang
orang-orang.
Alkitab mencatat banyak pemberontakan yang dilakukan manusia terhadap
kekuasaan Tuhan. Pemberontakan yang tidak hanya dilakukan oleh bangsa-bangsa
yang tidak mengenal Tuhan, tetapi juga oleh bangsa pilihanNya, Israel. Harap
jangan membayangkan bahwa pemberontakan tersebut adalah mengangkat senjata dan
memerangi Tuhan secara literal. Yang saya maksud pemberontakan di sini adalah
setiap tindakan manusia yang tidak selaras dengan kekudusan Tuhan.
Kemudian mengapa hanya karena satu perbuatan dosa yang dilakukan
manusia pertama maka hal ini membawa penghukuman kepada seluruh umat manusia
keturunan manusia pertama? Bukankah hal ini merupakan ketidakadilan nurani dari
Tuhan?
Saya akan menjelaskannya dalam dua sudut pandang, secara konsep dunia
dan konsep alkitab.
Untuk yang pertama saya menganalogikannya seperti ini. Ketika pemimpin
suatu bangsa menyatakan perang terhadap bangsa lain, ia tidak hanya
mendeklarasikannya bukan atas nama pribadinya. Ia mendeklarasikannya atas nama
bangsanya, artinya seluruh komponen bangsa ikut turut di dalamnya, rakyat dari
bangsa tersebut pastilah termasuk di dalamnya. Kekalahan atau kemenangan bangsa
tersebut akan menentukan status dari bangsa tersebut. Apabila kalah, maka bukan
hanya pemimpin saja yang kalah tapi seluruh komponen yang ada di dalam bangsa
tersebut. Rakyat dari bangsa tersebut juga menyandang status kekalahan.
Lantas apa hubungan analogi di atas dengan kesalahan manusia pertama
maka seluruh umat manusia juga turut mengalami penghukuman?
Hal ini akan membawa kita kepada pembahasan yang alkitabiah.
Jawabnya ada dalam Kejadian 5:3 = “Setelah Adam hidup sekitar seratus
tiga puluh tahun, ia memperanakkan
seorang laki-laki menurut rupa dan gambarnya...”. Perhatikan kalimat
“...menurut rupa dan gambarnya”. Adam diciptakan menurut rupa dan gambar Tuhan,
tetapi setelah kejatuhan dalam dosa, keturunan Adam diperanakkan menurut rupa
dan gambar Adam. Implikasinya, karena Adam berdosa, maka keturunannya berada
dalam kuasa dosa.
Rasul Paulus yang menuliskan surat kepada jemaat di Roma menjelaskan
dengan baik keadaan berdosa manusia seperti tersebut di atas.
Roma 5:12 “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia
oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah
menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.”
Adilkah Tuhan menghukum semua
manusia hanya karena ketidaktaatan satu orang saja?
Warren Wiersbe menjawab dengan baik hal ini. Warren menyatakan bahwa
tentu saja hal ini bukan saja adil, tetapi juga bijaksana dan penuh kemurahan.
Jika Tuhan menguji tiap-tiap orang secara perseorangan , hasilnya akan tetap
sama : ketidaktaatan! (Be Right, Warren Wiersbe, SP Publication, Inc, 1977).
Saya kira kita sudah bisa mendapatkan gambaran terang dari Kekudusan
Tuhan dan keberdosaan manusia. Kekudusan Tuhan adalah bagian dari Tuhan yang
tidak dapat dipisahkan. Kekudusan menyatakan kemurnian, oleh karenanya Tuhan
tidak tercemar oleh kejahatan. Ia adalah intisari dari kesempurnaan moral.
Manusia memang diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Tuhan, tetapi akibat
ketidaktaatannya, citra diri manusia rusak atau berdosa. Dampaknya sangat jelas,
Tuhan tidak bisa bersatu dengan keadaan yang berdosa. Hubungan manusia dengan
Tuhan rusak dan terputus.
Pembahasan selanjutnya adalah : Apakah manusia dapat menyelamatkan dirinya sendiri?
*NYOK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar