HOMOOUSIOS ATAU HOMOI-OUSIOS
Setelah
para uskup mengetahui dan menolak apa yang menjadi teologi Arius, mereka
sepakat untuk membuat sebuah pernyataan resmi yang akan disusun dan
ditandatangani oleh semua uskup yang hadir. Hosius, penasihat teologi
Konstantinus, diangkat sebagai juru tulis dokumen yang baru. Tetapi dalam
pembuatan pernyataan tersebut, para uskup terbentur oleh masalah istilah.
Kelompok pendukung Arius menginginkan agar hanya dipakai istilah-istilah yang
digunakan dalam Alkitab, sedangkan para uskup penentang Arius menegaskan perlu
adanya bahasa di luar Alkitab untuk menguraikan makna kata-kata dalam Alkitab.
Konstantinus
yang melihat perdebatan yang semakin meruncing memanggil Hosius untuk dimintai pendapatnya. Hosius segera menyampaikan
pendapatnya dan Konstantinus menilai apa yang disampaikan oleh Hosius dapat
menjadi solusi bagi kedua belah pihak yang berbeda pendapat. Konstantinus
mengusulkan bahwa Sang Anak memiliki
“hakikat yang sama” (Yunani: homoousios) seperti Bapa. Istilah ini
dianggap Konstantinus akan menunjukkan Yesus sepenuhnya bersifat ilahi
(sehingga dapat diterima oleh pihak yang menentang Arius) tanpa menyiratkan
terlalu banyak penafsiran yang lain (sehingga melenyapkan kekhawatiran
pendukung Arian). Sebagian besar uskup kelihatan bersedia menerima rumusan ini.
Tetapi, pendukung Arius yang berhaluan keras menilai istilah itu sarat makna.
Dalam pandangan mereka, istilah homoousios
mengakui kesetaraan Yesus dengan Bapa namun tidak menjelaskan secara memadai
bagaimana kesetaraan itu dapat selaras dengan kepercayaan kepada Tuhan yang
Esa.
Tanpa
mempedulikan penentangan keras dari segelintir orang, para uskup yang
menyetujui rumusan homoousios maju
terus dengan dukungan mayoritas dan menyusun suatu pengakuan iman yang
menyatakan Kristus sehakikat dengan Bapa. Pengakuan iman tersebut adalah :
“Aku percaya akan satu Elohim, Bapa yang Maha Kuasa, Pencipta langit dan bumi dan segala sesuatu yang kelihatan dan tak kelihatan.
Dan akan Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang Tunggal, Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad. Allah dari Allah, terang dari terang. Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan, sehakekat (homoousios) dengan Bapa, segala sesuatu dijadikan olehnya.Ia turun dari sorga untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita, dan Ia menjadi daging oleh Roh Kudus dari perawan Maria dan menjadi manusia.Ia pun disalibkan untuk kita waktu Pontius Pilatus, Ia wafat kesengsaraan dan dimakamkan. Pada hari ketiga Ia bangkit, menurut Kitab Suci. Ia naik ke sorga, duduk di sisi kanan Bapa. Ia akan kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati; Kerajaan-Nya takkan berakhir.
Aku percaya akan Roh Kudus, Tuhan yang menghidupkan; yang berasal dari Bapa dan Putra, yang serta Bapa dan Putra disembah dan dimuliakan. Ia bersabda dengan perantaraan para nabi. Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, universal dan apostolik. Aku mengakui satu pembaptisan akan penghapusan dosa. Aku menantikan kebangkitan orang mati, dan kehidupan di dunia yang akan datang. Amin.”
Semua
uskup menandatangani pengakuan itu, kecuali Theonas dari Marmarika dan Sekundus
dari Ptolemais. Tetapi pesan keseluruhan sangat jelas : Paham Arianisme tidak
sesuai dengan iman Kristen secara historis dan apa yang dipraktikkan dalam
gereja.
Dalam
perkembangan selanjutnya, ada beberapa orang yang kurang setuju dengan rumusan homoousios. Mereka khawatir, rumusan
yang dimaksud untuk mengatakan Bapa dan Anak memiliki hakikat yang sama dapat
dipelintir sehingga Bapa dan Anak dimengerti sebagai pribadi yang sama.
Kelompok ini mengusulkan, jika rumusan homoousios
diubah sedikit, selesailah persoalannya.
Dalam
bahasa Yunani, perbedaan kata “sama”
(homo) dan “serupa” (homoi) hanya
terletak pada huruf “i” (atau iota). Dengan mengubah homo-ousios menjadi homoi-ousios, sebagian
orang yang anti Arius mengatakan Anak mempunyai “hakikat yang serupa”
dengan Bapa. Dengan kata lain, mereka menegaskan keilahian Anak namun melihat
Dia sebagai pribadi yang berbeda dengan Bapa. Tetapi kalangan anti Arius lainnya
menolak rumusan yang lebih longgar ini. Mereka berpendapat rumusan homoi-ousios tidak sepenuhnya
menggambarkan kesetaraan Kristus yang bersifat hakiki dengan Allah. Lagipula,
Arius dan para pendukungnya sangat senang menggunakan istilah yang lebih longgar
ini untuk Kristus yang diciptakan. Oleh karena itu, banyak kalangan anti Arius
tetap berpegang teguh dengan istilah homoousios.
Athanasius
adalah salah satu orang yang tetap berpegang pada pengakuan iman Nicea. Ia
tidak mau mengalah sedikit pun - bahkan satu iota pun.
Dalam
tulisan berikutnya kita akan berkenalan dengan tokoh Athanasius tersebut yang
luar biasa teguhnya memegang keyakinan iman Nicea.
Bacaan lebih lanjut mengenai Konsili Nicea :
1. Philip Schaff, History of The Christian Church (New York: Scribners, 1882)
2. Roger E. Colson, The Story of Christian Theology (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar